Setelah bertahun-tahun menjalani masa
pacaran, Anda tidak merasakan adanya tanda-tanda ke arah hubungan lebih
serius dengan pasangan. Namun, sejauh ini Anda tidak tahu langkah
terbaik untuk menyudahi hubungan. cara ini bisa jadi alternatif untuk
menangani persoalan Anda. Yaitu, cara mengetahui saatnya mengatakan
‘selamat tinggal’ kepada hubungan yang tidak jelas.
1. Perbedaan prinsip terlalu besar
Bila masalahnya hanya beda pilihan film atau makanan favorit, ini tidak
terlalu penting. Tetapi bagaimana bila Anda dan pasangan tidak sepakat
pada hal-hal paling mendasar?
2. Percikan cinta memudar
Bila rasa cinta pada pasangan tampaknya dipaksakan (atau Anda sudah
mulai melirik pria lain), maka hubungan Anda berada di ujung jurang.
Jika insting memberitahukan Anda tidak bisa menyayanginya sepenuh hati,
pikirkanlah untuk segera mengakhiri hubungan.
3. Terlalu sering bertengkar
Komunikasi merupakan faktor sangat penting dalam sebuah hubungan. Bila
hal ini tidak berjalan baik dan dia cenderung tidak mau memahami Anda,
bisa jadi Anda dan dia akan selalu bertengkar. “Ketika Anda sering
melawan.
Kamis, 27 September 2012
Aturan Untuk Kencan Remaja
Masa remaja penuh dengan pengalaman
pertama, termasuk kencan pertama. Setiap orangtua pasti akan merasa
takut dan khawatir ketika si kecil sudah memasuki usia remaja. Perhatian
ekstra pun perlu diberikan. Untuk itu, penting bagi orangtua
meletakkan aturan-aturan dasar berkencan untuk buah hati kita.
Berikut lima aturan kencan bagi anak remaja yang bagus jika Anda terapkan :
Aturan 1: Kenali siapa pasangannya
Setiap remaja yang mulai berpacaran,
wajib mengenalkannya pada orangtua. Anak remaja Anda mungkin akan
mengeluh dan merasa tidak nyaman. Tapi ini penting, untuk melakukan
sedikit diskusi terkait aturan jam malam berkencan untuk anak remaja
Anda dan pasangannya.
Aturan 2: Pastikan tidak ada penggunaan obat atau alkohol
Larang mereka menggunakan obat-obatan
terlarang atau alkohol saat kencan di luar dan di dalam rumah. Meskipun
hal ini tampak seperti sebuah aturan yang kaku, tapi sangat penting
untuk diingatkan. Pastikan untuk mendiskusikan apa yang harus remaja
Anda lakukan jika dia menemukan dirinya dalam situasi dimana orang lain
mengajaknya mengonsumsi alkohol dan obat-obat terlarang. Dia perlu tahu
bagaimana menjaga dirinya dalam situasi yang tidak aman. Pastikan anak
Anda tahu bahwa Anda bersedia menjemputnya tanpa memandang waktu dan
keadaan.
Aturan 3: Take it slow
Ketika remaja Anda menemukan seseorang
yang benar-benar istimewa, coba beritahu padanya jangan terlalu agresif.
Berikan nasehat padanya, jika berhubungan lewat telepon maupun SMS agar
bisa dibatasi. Sebab remaja yang tengah kasmaran terkadang penuh emosi.
Pastikan mereka tidak pergi hanya dengan pasangannya, usahakan ada
orang lain atau teman yang ikut serta dengannya.
Aturan 4: Ajarkan untuk menyusun rencana
Remaja Anda harus memiliki rencana untuk
kencan. Tidak memiliki rencana dapat mengakibatkan peluang untuk
pengambilan keputusan yang buruk.
Aturan 5: Buat aturan batas waktu kencan malam
Mintalah remaja Anda untuk memberikan
ide batasan jam malam yang harus dipatuhi. Hal ini dapat membantunya
untuk menghormati aturan yang disepakati bersama. Ini bisa mengajarkan
remaja Anda untuk lebih dewasa dan mandiri.
Jika Orang Tua Tidak Merestui?
Mempunyai pacar yang Anda sayangi tentu
saja sangat menyenangkan. Kehadirannya bisa membuat hidup ini lebih
berwarna dan bersemangat. Tapi, bagaimana bila kisah cinta tidak
berjalan mulus karena orangtua tidak setuju dengan pasangan Anda.
Kebanyakan orangtua selalu merasa tahu yang terbaik, ini tidak dapat
dipungkiri karena mereka memang lebih banyak pengalaman hidup. Sebelum
membuat putusan, sebaiknya mari mengevaluasi situasi hubungan Anda,
Tanyakan orangtua Anda.
Tentu saja, orangtua punya alasan bila mereka memiliki kesan negatif terhadap seseorang. Tanyakan dengan sopan pada orangtua, mengapa mereka tidak menyukai pasangan Anda. Keluhan mereka mungkin berkisar antara fisik, misalnya pacar Anda jauh lebih tua dari usia Anda.
Mengevaluasi masalah.
Kumpulkan semua informasi yang dapat tentang si dia. Lalu, evaluasilah. Tanyakan pada diri Anda, apakah akan tetap melanjutkan hubungan berdasarkan apa yang orang lain pikirkan tentang pacar Anda atau tidak.Jika pacar Anda dianggap terlalu pemalu, mungkin dia membutuhkan lebih banyak waktu untuk mengenal orang-orang di sekitar Anda.
Tanyakan pada teman-teman Anda.
Berbicaralah dengan teman-teman dekat Anda dan meminta pendapat mereka tentang pacar Anda. Bila ada sesuatu yang kurang sreg, Tentunya mereka memiliki pendapat juga dan bila mirip dengan sikap orangtua Anda, maka memang ada masalah dengan pasangan Anda.
Mengevaluasi sikapnya terhadap Anda.
Apakah pacar Anda memperlakukan Anda dengan hormat atau dia menganggap Anda sebagai “pelacurnya”? Apakah dia pernah merugikan Anda baik secara fisik maupun emosional? Jika jawabannya tidak berada pada sisi positif,
Evaluasi hubungan Anda.
Anda harus memastikan mengapa menyukainya atau mempertahankannya. Apakah ini karena cinta pertama? Apakah Anda dipaksa oleh rekan-rekan untuk mempunyai pacar? Apakah Anda merasa bahwa Anda harus punya pacar untuk menjadi orang yang ‘normal’? Anda dapat menggunakan “alasan” untuk mengevaluasi apakah akan melanjutkan hubungan atau tidak.
Tanyakan orangtua Anda.
Tentu saja, orangtua punya alasan bila mereka memiliki kesan negatif terhadap seseorang. Tanyakan dengan sopan pada orangtua, mengapa mereka tidak menyukai pasangan Anda. Keluhan mereka mungkin berkisar antara fisik, misalnya pacar Anda jauh lebih tua dari usia Anda.
Mengevaluasi masalah.
Kumpulkan semua informasi yang dapat tentang si dia. Lalu, evaluasilah. Tanyakan pada diri Anda, apakah akan tetap melanjutkan hubungan berdasarkan apa yang orang lain pikirkan tentang pacar Anda atau tidak.Jika pacar Anda dianggap terlalu pemalu, mungkin dia membutuhkan lebih banyak waktu untuk mengenal orang-orang di sekitar Anda.
Tanyakan pada teman-teman Anda.
Berbicaralah dengan teman-teman dekat Anda dan meminta pendapat mereka tentang pacar Anda. Bila ada sesuatu yang kurang sreg, Tentunya mereka memiliki pendapat juga dan bila mirip dengan sikap orangtua Anda, maka memang ada masalah dengan pasangan Anda.
Mengevaluasi sikapnya terhadap Anda.
Apakah pacar Anda memperlakukan Anda dengan hormat atau dia menganggap Anda sebagai “pelacurnya”? Apakah dia pernah merugikan Anda baik secara fisik maupun emosional? Jika jawabannya tidak berada pada sisi positif,
Evaluasi hubungan Anda.
Anda harus memastikan mengapa menyukainya atau mempertahankannya. Apakah ini karena cinta pertama? Apakah Anda dipaksa oleh rekan-rekan untuk mempunyai pacar? Apakah Anda merasa bahwa Anda harus punya pacar untuk menjadi orang yang ‘normal’? Anda dapat menggunakan “alasan” untuk mengevaluasi apakah akan melanjutkan hubungan atau tidak.
Antara Cinta dan Sekolah
Memasuki masa pubertas, remaja mulai mengenal hal baru karena pengaruh perkembangan hormon, yaitu rasa ketertarikan pada lawan jenis. Secara fisik, tubuh mulai mengalami perubahan, baik perempuan maupun laki-laki semakin peduli dengan penampilan mereka. Satu permasalahan yang selalu menguras energi mulai muncul, yakni tentang cinta dan sekolah.
Cinta mampu membawa dampak yang
baik dan buruk bagi anak sekolah. Agar tidak terjebak dampak negatif cinta,
berikut tips yang perlu dilakukan:
1. Pilihlah Pacar Yang
Memberikan Motivasi
Si Andre memang ganteng, jelas kalah dengan Beni teman akrab kamu. Ketika
keduanya menyatakan cinta, siapa yang kamu pilih? Pasti jawabannya Andre.
Tampang bukanlah ukuran utama mencari pacar, apalagi kalau kelebihan yang doi
miliki cuma tampang. Lebih baik pilih Beni,
karena doi selalu memberi motivasi dan semangat ke kamu. Kalau bukan Beni, mungkin kamu tidak pernah yakin bila tulisan kamu
pantas dipublikasikan atau wajah kamu cukup cantik untuk jadi gadis sampul.
Pilih seorang motivator untuk kamu cintai!
2. Jatuh Cintalah Pada Anak
Sekolah Yang Pintar
Ingin pintar? Dekati cowok atau
cewek menarik dan pintar. Walaupun sedikit terdengar aji mumpung, tetapi jatuh
cinta dengan cowo atau cewe pintar membuat kamu tertantang untuk maju.
3. Lakukan Aktivitas Positif Bersama
Berpacaran tidak melulu harus berdua-duaan. Lakukan kegiatan
ekstrakulikuler atau intrakulikuler bersama-sama. Tantang pasangan dalam meraih
prestasi.
4. Jangan Terjebak Cinta “buta”
Remaja terkadang “buta” ketika berbicara tentang cinta. Seperti
apapun pacar kamu, kamu akan menilai doi 100% baik, kamu seolah menafikan semua
tabiat buruk dari doi, padahal pandangan terbuka dan akal sehat tetap penting
dalam urusan cinta.
5. Ingat, Masa Depan Kamu
Masih Panjang!
Pergaulan remaja penuh dengan godaan. Apalagi pasangan remaja yang
baru mengenal cinta. Banyak remaja yang mengenyampingkan sekolah demi cinta
atau menganggap remeh masa depan, padahal kamu belum akan menikah saat ini
bukan? Karena itu, tetap waspada dan nikmati masa muda kamu dengan langkah yang
benar.
Senin, 17 September 2012
Kehidupan Emosional dan Seksual
Pendidikan untuk
kehidupan emosional dan seksual berarti menolong seseorang untuk
memiliki kepekaan terhadap orang lain, mau mendengarkan, mengasihi,
memiliki hasrat dan kelembutan, serta mau bertanggung jawab. Pendidikan
seks yang sejati membangkitkan hati dan menolong seseorang mencapai
keefektifan yang matang.
Pengalaman membangkitan hati memerlukan suatu tingkat pengenalan dengan figur orang tua yang berjenis kelamin sama dengan si anak (ayah dengan anak laki-laki dan ibu dengan anak perempuan).
Anak laki-laki akan mencontoh hubungan ayah dengan ibunya. Cara sang ayah bersikap terhadap wanita, terutama istrinya, akan memberikan pendidikan seksualitas yang sangat kuat bagi putranya. Sampai batasan tertentu, hal serupa juga berlaku di keluarga yang anggota keluarganya mengalami cacat mental. Mereka akan bertindak seperti seorang asisten atau staf yang mereka sukai atau kagumi.
Melalui hubungan-hubungan semacam inilah, dan juga melalui pengenalan dengan orang dewasa, seseorang sedikit demi sedikit menemukan identitas mereka sendiri. Pendidikan seks yang sesungguhnya terjadi di dalam suatu lingkungan masyarakat, keluarga, dan dalam hubungan antara pria dan wanita, yang di dalamnya gerakan-gerakan tubuh dan sentuhan mengekspresikan sukacita dan kelembutan. Pendidikan seks tidak terjadi melalui gambar-gambar yang tidak dikenal, yang memberikan informasi yang kurang menggambarkan kebenaran. Tentu saja, sangat penting untuk mengetahui anatomi tubuh, masa subur, hubungan antara tindakan seksual dan terbentuknya bayi. Namun, tidak baik untuk menunjukkan tindakan seksual dengan menggunakan gambar atau slide, yang celakanya dilakukan juga oleh beberapa orang, karena gambar-gambar ini berisiko membangkitkan seksualitas yang terputus dari suatu hubungan.
Dalam dunia nyata, peran seorang pendidik adalah menolong remaja memahami dan menghargai fungsi-fungsi tubuh dan menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Ketika seseorang berpikir bahwa tubuhnya jelek, ini merupakan persoalan yang serius. Memberi konseling bagi pasangan tentu saja membutuhkan lebih banyak informasi yang tepat tentang bagaimana seorang pria dan wanita menjalani seksualitas mereka bersama-sama. Namun, penekanannya harus pada pentingnya mendengarkan dan menghormati perbedaan dalam diri pasangan. Pendidikan seks bukan sepenuhnya merupakan petunjuk praktis tentang apa yang harus dilakukan seseorang dan bagaimana melakukannya, sebagai dasar hubungan seksual yang harmonis, melainkan lebih sebagai suatu cara untuk menolong seseorang supaya merasa nyaman dengan seksualitas mereka sendiri. Hal ini mengimplikasikan sebuah pertumbuhan dalam kapasitas untuk melihat orang lain sebagai seseorang yang memiliki kebutuhan. Hal ini juga mencakup menolong orang untuk menghadapi tantangan dan kesulitan dalam hubungan. Bahkan, ini merupakan masa belajar untuk (mengenal) cinta sejati.
Di l'Arche, saya memerhatikan bahwa sering kali orang yang paling membutuhkan pendidikan seks adalah para asisten. Mereka telah terpengaruh oleh media massa yang menyepelekan seksualitas dan tidak dapat memahami pentingnya seksualitas yang sebenarnya. Mereka tidak tega dengan jeritan kasih sayang dari orang-orang yang mengalami cacat mental; mereka tidak tahu bagaimana cara merespons/menanggapi perwujudan kelembutan atau, setidaknya, perwujudan seksualitas genital. Karena mereka sendiri tidak jelas akan hal ini, maka mereka tidak yakin apakah harus menyalahkan atau mengabaikan apa yang mereka lihat.
Zaman sekarang, kita membutuhkan lebih dari sekadar kesehatan moral di area hubungan seksual. Kita juga memerlukan pemahaman yang dalam tentang antropologi, yang merupakan fondasi etika manusia dan kekristenan. Penting bagi kita untuk menolong orang lain memahami, betapa hubungan seksual tanpa komitmen yang benar akan merusak hati manusia dan bahwa seksualitas harus diorientasikan, diperbaiki, dan disatukan oleh cinta, yang keberadaannya membuat seksualitas menjadi manusiawi. Penting bagi kita untuk mempelajari bahwa seksualitas semacam ini, yang matang melalui pertumbuhan biologis dan fisik, berkembang secara harmonis dan yang disadari kematangannya dari pencapaian kematangan emosi, yang diwujudkan dalam cinta yang tidak egois dan mau berkorban.
Bentuk pendidikan seks ini sama pentingnya bagi pria dan wanita yang mengalami cacat mental ringan. Bagi mereka, pengaruh film dan majalah kadang-kadang dapat menghancurkan. Media massa menstimulasi insting seksual mereka, membangkitkan khayalan-khayalan yang salah tentang "cinta". Hal ini lebih sulit bagi mereka karena hati mereka lebih rapuh daripada orang lain; juga lebih mudah menderita dan terpengaruh. Mereka harus mampu berbicara dengan seseorang mengenai pertanyaan-pertanyaan ini dan memahami apa yang harus dipertaruhkan dalam cinta sejati. Setelah itu, barulah mereka dapat membuat keputusan yang nyata.
Di area konseling dan pendidikan ini, harus ada mediator yang memiliki kepekaan dan kebaikan yang besar untuk menghadapi berbagai penderitaan, kebingungan, dan rasa sakit. Larangan yang terlalu kaku, yang dikombinasikan dengan hukuman, dapat mengakibatkan rasa bersalah dan rasa takut yang lebih besar. Hal ini mungkin dapat memperburuk pencegahan atau semakin mendorong pencarian seks secara sembunyi-sembunyi dan mendorong seseorang untuk beralih ke dalam mimpi-mimpi erotisme. Seorang mediator juga harus mengetahui batasan-batasan perannya. Kita tidak harus mengetahui segala sesuatu. Kita harus menghormati ruang pribadi dan rahasia batin seseorang. Intervensi sebaiknya dilakukan saat Anda yakin bahwa orang lain dalam bahaya. Peraturan ini selalu sama: ciptakan hubungan yang penuh kepercayaan, yang memungkinkan adanya dialog dan yang dapat menghilangkan rasa takut sedikit demi sedikit. Memang benar bahwa terkadang butuh waktu yang panjang untuk membuat hubungan ini tercapai. Hubungan ini menuntut seseorang untuk siap berkomitmen selama periode waktu tertentu dan bersedia menerima tuntutan yang dinyatakan dalam komitmen semacam ini.
Pengamalan otoritas dan larangan dalam dunia seksualitas benar-benar sulit. Bahkan, setiap pendidik atau mediator memiliki luka, kesulitan, kesengsaraan, dan pergumulan mereka sendiri-sendiri. Seorang mediator yang harus berjuang melawan kecenderungan homoseksual mungkin akan lebih keras, kurang simpatik, dan kurang memahami kecenderungan homoseksual orang lain. Kita mungkin sangat sulit untuk bersikap objektif dalam area seksualitas -- satu area yang dengan mudah dapat menonjolkan semua kebutuhan dan penderitaan seseorang. Orang-orang yang menginginkan seksualitas yang "bebas" bagi mereka sendiri mungkin mendorong orang lain kepada "kebebasan" yang sama, bukan karena hal itu dapat menolong mereka bertumbuh, melainkan untuk membenarkan dan membuktikan bahwa perilaku mereka benar. Tanpa kejelasan mengenai seksualitas dalam diri seseorang itu sendiri, tidak mungkin dia mendapatkan kejelasan dan kebenaran tentang seksualitas orang lain. Rasa takut terhadap seksualitas diri sendiri akan menyebabkan rasa takut pada seksualitas orang lain, oleh karena itu mengakibatkan kekerasan hati. Tanpa kebebasan untuk memaparkan seksualitas diri sendiri, maka bisa dipastikan akan ada kesalahpahaman terhadap seksualitas orang lain. Orang-orang yang tidak percaya pada kemungkinan pertumbuhan mereka sendiri di area ini, tidak akan percaya diri dengan pertumbuhan orang lain, malahan akan jatuh ke dalam visi yang legal dan statis. Orang-orang yang tidak mengetahui kelemahannya sendiri, tidak akan mampu mengembangkan kesabaran yang dibutuhkan untuk menolong orang lain untuk berkembang dan mengintegrasikan seksualitas mereka dalam hubungan mereka
Pengalaman membangkitan hati memerlukan suatu tingkat pengenalan dengan figur orang tua yang berjenis kelamin sama dengan si anak (ayah dengan anak laki-laki dan ibu dengan anak perempuan).
Anak laki-laki akan mencontoh hubungan ayah dengan ibunya. Cara sang ayah bersikap terhadap wanita, terutama istrinya, akan memberikan pendidikan seksualitas yang sangat kuat bagi putranya. Sampai batasan tertentu, hal serupa juga berlaku di keluarga yang anggota keluarganya mengalami cacat mental. Mereka akan bertindak seperti seorang asisten atau staf yang mereka sukai atau kagumi.
Melalui hubungan-hubungan semacam inilah, dan juga melalui pengenalan dengan orang dewasa, seseorang sedikit demi sedikit menemukan identitas mereka sendiri. Pendidikan seks yang sesungguhnya terjadi di dalam suatu lingkungan masyarakat, keluarga, dan dalam hubungan antara pria dan wanita, yang di dalamnya gerakan-gerakan tubuh dan sentuhan mengekspresikan sukacita dan kelembutan. Pendidikan seks tidak terjadi melalui gambar-gambar yang tidak dikenal, yang memberikan informasi yang kurang menggambarkan kebenaran. Tentu saja, sangat penting untuk mengetahui anatomi tubuh, masa subur, hubungan antara tindakan seksual dan terbentuknya bayi. Namun, tidak baik untuk menunjukkan tindakan seksual dengan menggunakan gambar atau slide, yang celakanya dilakukan juga oleh beberapa orang, karena gambar-gambar ini berisiko membangkitkan seksualitas yang terputus dari suatu hubungan.
Dalam dunia nyata, peran seorang pendidik adalah menolong remaja memahami dan menghargai fungsi-fungsi tubuh dan menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Ketika seseorang berpikir bahwa tubuhnya jelek, ini merupakan persoalan yang serius. Memberi konseling bagi pasangan tentu saja membutuhkan lebih banyak informasi yang tepat tentang bagaimana seorang pria dan wanita menjalani seksualitas mereka bersama-sama. Namun, penekanannya harus pada pentingnya mendengarkan dan menghormati perbedaan dalam diri pasangan. Pendidikan seks bukan sepenuhnya merupakan petunjuk praktis tentang apa yang harus dilakukan seseorang dan bagaimana melakukannya, sebagai dasar hubungan seksual yang harmonis, melainkan lebih sebagai suatu cara untuk menolong seseorang supaya merasa nyaman dengan seksualitas mereka sendiri. Hal ini mengimplikasikan sebuah pertumbuhan dalam kapasitas untuk melihat orang lain sebagai seseorang yang memiliki kebutuhan. Hal ini juga mencakup menolong orang untuk menghadapi tantangan dan kesulitan dalam hubungan. Bahkan, ini merupakan masa belajar untuk (mengenal) cinta sejati.
Di l'Arche, saya memerhatikan bahwa sering kali orang yang paling membutuhkan pendidikan seks adalah para asisten. Mereka telah terpengaruh oleh media massa yang menyepelekan seksualitas dan tidak dapat memahami pentingnya seksualitas yang sebenarnya. Mereka tidak tega dengan jeritan kasih sayang dari orang-orang yang mengalami cacat mental; mereka tidak tahu bagaimana cara merespons/menanggapi perwujudan kelembutan atau, setidaknya, perwujudan seksualitas genital. Karena mereka sendiri tidak jelas akan hal ini, maka mereka tidak yakin apakah harus menyalahkan atau mengabaikan apa yang mereka lihat.
Zaman sekarang, kita membutuhkan lebih dari sekadar kesehatan moral di area hubungan seksual. Kita juga memerlukan pemahaman yang dalam tentang antropologi, yang merupakan fondasi etika manusia dan kekristenan. Penting bagi kita untuk menolong orang lain memahami, betapa hubungan seksual tanpa komitmen yang benar akan merusak hati manusia dan bahwa seksualitas harus diorientasikan, diperbaiki, dan disatukan oleh cinta, yang keberadaannya membuat seksualitas menjadi manusiawi. Penting bagi kita untuk mempelajari bahwa seksualitas semacam ini, yang matang melalui pertumbuhan biologis dan fisik, berkembang secara harmonis dan yang disadari kematangannya dari pencapaian kematangan emosi, yang diwujudkan dalam cinta yang tidak egois dan mau berkorban.
Bentuk pendidikan seks ini sama pentingnya bagi pria dan wanita yang mengalami cacat mental ringan. Bagi mereka, pengaruh film dan majalah kadang-kadang dapat menghancurkan. Media massa menstimulasi insting seksual mereka, membangkitkan khayalan-khayalan yang salah tentang "cinta". Hal ini lebih sulit bagi mereka karena hati mereka lebih rapuh daripada orang lain; juga lebih mudah menderita dan terpengaruh. Mereka harus mampu berbicara dengan seseorang mengenai pertanyaan-pertanyaan ini dan memahami apa yang harus dipertaruhkan dalam cinta sejati. Setelah itu, barulah mereka dapat membuat keputusan yang nyata.
Di area konseling dan pendidikan ini, harus ada mediator yang memiliki kepekaan dan kebaikan yang besar untuk menghadapi berbagai penderitaan, kebingungan, dan rasa sakit. Larangan yang terlalu kaku, yang dikombinasikan dengan hukuman, dapat mengakibatkan rasa bersalah dan rasa takut yang lebih besar. Hal ini mungkin dapat memperburuk pencegahan atau semakin mendorong pencarian seks secara sembunyi-sembunyi dan mendorong seseorang untuk beralih ke dalam mimpi-mimpi erotisme. Seorang mediator juga harus mengetahui batasan-batasan perannya. Kita tidak harus mengetahui segala sesuatu. Kita harus menghormati ruang pribadi dan rahasia batin seseorang. Intervensi sebaiknya dilakukan saat Anda yakin bahwa orang lain dalam bahaya. Peraturan ini selalu sama: ciptakan hubungan yang penuh kepercayaan, yang memungkinkan adanya dialog dan yang dapat menghilangkan rasa takut sedikit demi sedikit. Memang benar bahwa terkadang butuh waktu yang panjang untuk membuat hubungan ini tercapai. Hubungan ini menuntut seseorang untuk siap berkomitmen selama periode waktu tertentu dan bersedia menerima tuntutan yang dinyatakan dalam komitmen semacam ini.
Pengamalan otoritas dan larangan dalam dunia seksualitas benar-benar sulit. Bahkan, setiap pendidik atau mediator memiliki luka, kesulitan, kesengsaraan, dan pergumulan mereka sendiri-sendiri. Seorang mediator yang harus berjuang melawan kecenderungan homoseksual mungkin akan lebih keras, kurang simpatik, dan kurang memahami kecenderungan homoseksual orang lain. Kita mungkin sangat sulit untuk bersikap objektif dalam area seksualitas -- satu area yang dengan mudah dapat menonjolkan semua kebutuhan dan penderitaan seseorang. Orang-orang yang menginginkan seksualitas yang "bebas" bagi mereka sendiri mungkin mendorong orang lain kepada "kebebasan" yang sama, bukan karena hal itu dapat menolong mereka bertumbuh, melainkan untuk membenarkan dan membuktikan bahwa perilaku mereka benar. Tanpa kejelasan mengenai seksualitas dalam diri seseorang itu sendiri, tidak mungkin dia mendapatkan kejelasan dan kebenaran tentang seksualitas orang lain. Rasa takut terhadap seksualitas diri sendiri akan menyebabkan rasa takut pada seksualitas orang lain, oleh karena itu mengakibatkan kekerasan hati. Tanpa kebebasan untuk memaparkan seksualitas diri sendiri, maka bisa dipastikan akan ada kesalahpahaman terhadap seksualitas orang lain. Orang-orang yang tidak percaya pada kemungkinan pertumbuhan mereka sendiri di area ini, tidak akan percaya diri dengan pertumbuhan orang lain, malahan akan jatuh ke dalam visi yang legal dan statis. Orang-orang yang tidak mengetahui kelemahannya sendiri, tidak akan mampu mengembangkan kesabaran yang dibutuhkan untuk menolong orang lain untuk berkembang dan mengintegrasikan seksualitas mereka dalam hubungan mereka
Pendidikan Seks dalam Keluarga
Pendidikan pertama yang diterima seseorang diperoleh dari orang tuanya. Untuk mengajarkan kemampuan berbahasa, berhitung, mengenal benda-benda, dsb. tidak menjadi masalah bagi kebanyakan orang tua. Akan tetapi, saat harus memberikan pendidikan seks, orang tua biasanya mengalami kebingungan dan kesulitan. Tidak jarang orang tua memilih untuk tidak memberikan pendidikan seks kepada anak karena menganggap hal itu sebagai sesuatu yang tabu. Akibatnya, anak-anak mencari cara untuk mendapatkan pengetahuan tentang seks dari teman sebaya ataupun orang lain. Ini merupakan cara yang tidak tepat.
Seks sebetulnya merupakan hal yang paling banyak memenuhi pikiran anak-anak remaja. Namun, mereka justru enggan membicarakannya. Pendidikan seks bukanlah pendidikan formal. Sebaiknya, kita mengajarkan pendidikan seks secara berkelanjutan, bertahap, dan informal kepada anak-anak kita. Seks di sini bukan saja yang berkaitan dengan moralitas, meskipun itu merupakan bagian penting yang harus kita bicarakan pada anak kita. Orang tua perlu membicarakan aspek fisik dari seks, sehingga anak-anak memunyai gambaran yang jelas tentang apa yang dimaksud dengan seks dan kapan seks boleh dinikmati, serta siapa yang boleh menikmatinya. Bagi remaja, hal seksual bukan saja menjadi hal yang bersifat kognitif -- bersifat rasional yang harus dia ketahui -- melainkan merupakan hal yang benar-benar mulai memengaruhi kehidupan mereka secara menyeluruh. Dan, keinginan-keinginan untuk dekat dengan seseorang secara fisik itu mulai ada pada anak-anak remaja. Jadi, sebagai orang tua kita harus secara proaktif mengambil inisiatif.
Mengapa kita perlu mengajarkan seks secara keseluruhan di rumah/keluarga? Sebab seks bukan saja perkara fisik atau anatomis, melainkan juga berkaitan dengan emosi dan kerohanian. Seks merupakan salah satu tindakan fisik yang disoroti Tuhan dan diatur oleh Tuhan secara langsung, maksudnya diikat oleh kaidah rohani.
Akan tetapi, dunia cenderung mengajarkan seks sebatas masalah fisik dan pemuasan kebutuhan fisik. Seandainya dikaitkan dengan yang lebih bersifat rohani, dunia cenderung memberikan gambaran bahwa seks adalah untuk orang yang saling menyukai dan saling mencintai. Dengan kata lain, semakin hari seks semakin dilepaskan dari beberapa cengkeraman yang seharusnya mengatur dan melindunginya. Bahkan, seks semakin terlepas dari lembaga pernikahan dan lembaga komitmen.
Peran terbesar orang tua adalah menekankan bahwa seks bukanlah semata-mata masalah kebutuhan fisik atau masalah saling mencintai. Jauh lebih agung dan lebih berat dari itu, seks merupakan masalah komitmen, yaitu masalah institusi pernikahan yang diakui masyarakat dan yang paling penting adalah diatur oleh Tuhan. Jika seks dilaksanakan tidak sesuai dengan kehendak Tuhan, hal itu menjadi dosa.
Jika orang tua tidak mengajarkan pendidikan seks kepada anak, mereka akan berusaha mendapatkan informasi tersebut dari teman-teman, buku-buku, dan film-film. Kemungkinan besar, mereka tidak mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai seks dan kemungkinan hanya ditekankan pada seks sebagai sesuatu yang nikmat, tanpa ada lagi bobot moral, bobot pernikahan, dan komitmen di dalamnya.
Jumat, 07 September 2012
Etika Pergaulan Kristen
Pengertian Etika :
Kata Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos
” artinya kebiasaan, adat. Kata ethos lebih berarti kesusilaan, perasaan batin,
atau kecendrungan hati dengan mana seseorang melakukan perbuatan.
Dalam bahasa Latin istilah ethos dan ethikos
itu disebutkan dengan kata mos dan moralitas. Oleh sebab itu
kata “etika”sering dikaitkan dengan kata “moral ”.
Dalam bahasa Indonesia kata etika berarti
kesusilaan, berasal dari kata sila (bahasa Sansekerta) artinya :
·
Norma (kaidah),
peraturan hidup, perintah.
·
Keadaan batin terhadap peraturan hidup (sikap, siasat
batin, perilaku, sopan santun)
Kesusilaan ini mau menerangkan
dan menunjukkan bahwa arti kata “su ” itu baik, bagus. Jadi kesusilaan
itu berkaitan dengan yang baik, bagus. Secara teologis etika bergerak pada
lapangan kesusilaan, artinya kesusilaan bertalian dengan norma-norma yang
seharusnya berlaku, dengan ketaatan batiniah pada norma-norma itu.
Etika termasuk golongan ilmu
normatif. Ia menunjukan masalah tentang apa yang baik.
Dari pengamatan sekilas terhadap
hidup, kita mengenal bahwa tidak ada hal yang pasti dalam hidup ini, kecuali
senantiasa berubah. Perubahan itu ada yang terlihat jelas, ada juga yang sulit
diamati.
Perubahan-perubahan itu
ditimbulkan oleh berbagai faktor antara lain :
a.
Faktor
Internal
- Perasaan ingin tahu untuk coba-coba
- Emosi yang masih labil
- Pikiran yang terlalu idealistik
- Rasa solidaritas dan spontanitas yang tinggi
b. Faktor
Eksternal
- Lingkungan yang kadang-kadang tidak bersahabat
- Berpacaran dengan tidak mengetahui batasannya sehingga terjadilah sex bebas
- Bergonta-ganti pacar supaya tidak jomblo (ket : single)
- Nge-dugem (ket: bergelimang dunia gemerlap di café – diskotik);
- nge-boat (ket: baca nge-bo-át , meminum obat terlarang);
- nge-drop-in (ket: mampir ke tempat tertentu untuk tujuan tidak baik ?)
- dan nge-seks (ket: melakukan hubungan seks bebas) dianggap biasa-biasa saja
- Tampil beda dengan pakaian yang serba ketat sehingga membuat lawan jenis terangsang
- Nge-bokep (ket: baca nge-bo-kèp, nonton blue-film) sehingga merangsang untuk melakukan apa yang ditonton.
Hal-hal tersebut seringkali dianggap sebagai kemajuan
jaman karena tidak mau dicap sebagai “anak mami”. Dalam pergaulan seharusnya
kita mempunyai batasan-batasan etika pergaulan yang benar sebagai pemuda/i
Kristen.
Batasan-batasan yang
harus diketahui ialah :
Apa arti cinta, sex, pacaran
(LOVE, SEX and DATING = LSD)
1.
Apa CINTA itu ?
Kata Cinta dalam bahasa Inggris Charity, kata
Latin Caritas (diambil dari kata Carus yang berarti Yang
disenangi, yang bernilai) adalah padanan kata Yunani “agape”
Kasih Allah kepada manusia. (1 Korintus 13). Kasih “Agape ” tidak pernah dipakai dalam
bentuk kata benda, tetapi kata kerja “agapao ” berarti menyambut
dengan sayang seorang anak atau teman. Kasih “agapao ”dihubungkan
dengan pilihan dan selalu bersifat positif
Agape menghendaki, merencanakan dan melakukan segala
sesuatu bagi orang yang dikasihi demi / untuk kebahagiaan, kesuksesan orang
yang kita kasihi. Motivasi perbuatan agape adalah untuk kebaikan, kebahagiaan
orang lain (baca 1 Yohanes 4 : 7 – 21; 1 Korintus
13 : 1 – 7; Yohanes 14 : 15, 21, 23; Matius 5 : 43; Markus 12 : 30, 31)
a.
PHILIA
Philia (bahasaYunani) berbicara tentang rasa
persahabatan. Philia dalam perjanjian baru (PB) adalah kasih persaudaraan.
Sifat – sifat Philia :
Philia mempunyai unsur perasaan, emosi kehangatan dan
mengandung kesetiakawanan.
Philia ada karena hubungan. Philia mungkin ada diantara
saudara, teman, guru – murid, suami – istri, majikan – pegawai.
Philia tidak begitu stabil. Hal ini terlihat daalm
hubungan antara teman, kadang hari ini sayang, besok benci (Roma 12 : 19; Ibrani 13 : 1, 1 Petrus 3 : 8 – 9; 1 Tesalonika
4 : 9).
b. EROS
Kata Cinta dalam Inggris Love berarti cinta,
asmara (to fall in love = jatuh cinta; to make love =
bercinta- cintaan, merayu, mencumbu ; dalam bahasa Yunani disebut “Stergo”
kasih yang mengandung arti kemesraan (Roma 12 : 10)
Eros selalu menggunakan kata – kata romantis yang membuat
bulu kuduk merinding bukan karena takut tapi cinta.
Eros – adalah sesuatu yang wajar pada manusia. ini merupakan
pemberian Allah pada manusia dan tidak bersifat negatif / jelek. Eros adalah
positif. Karena itu eros harus digunakan secara bertanggung-jawab yaitu dalam
pernikahan (sesuai maksud Allah yang mulia). Jika kita menggunakan Eros diluar
pernikahan berarti perusakkan terhadap pemberian / maksud Allah.
2. Apa yang dimaksud dengan pacaran itu ?
Kata pacar dalam bahasa Inggris – “Dating ” yang
berarti perkenalan, berkencan. Pacar = bunga; Berpacaran = menjadi pemelihara
bunga. Sebagai pemelihara kita harus : merawat, menjaga, menanti dengan sabar
bunga itu mengembang
a.
Tahap-tahap
berpacaran :
·
Saling melihat /
berkenalan
·
Saling tertarik
·
Saling pendekatan
b.
Pedoman
berpacaran :
·
Tempat yang tepat
·
Waktu yang tepat
·
Penguasaan diri
yang tepat
·
Pengertian yang
tepat tentang pacaran
·
Menghindari diri dari pacaran yang tidak tepat, Ingatlah selalu:
Cinta EROS kita terima dari Allah bukan dari kekasih itu
·
Berpacaran dengan
orang yang tepat
·
Apakah dia orang yang takut akan Tuhan
·
Apakah dia orang yang mengasihiTuhan dan Firman- Nya
3.
Apa yang dimaksud dengan seks itu ?
Seksualitas merupakan hal yang sulit untuk didefinisikan
karena menyangkut banyak aspek kehidupan dan diekspresikan dalam bentuk
perilaku yang beraneka ragam. sedangkan kesehatan seksual telah didefinisikan
oleh WHO (1975) sebagai “pengintegrasian aspek emosional, intelektual, dengan
cara yang positif, memperkaya dan meningkatkan kepribadian, komunikasi, dan
cinta”. Apakah seks dan seksualitas merupakan sesuatu yang sama ? Ternyata
kebanyakan orang memahami sekualitas sebatas istilah seks, padahal antara seks
dengan seksualitas merupakan hal yang berbeda. kata seks sering digunakan dalam
dua hal, yaitu:
- Aktivitas seksual genital
- Label gender (jenis kelamin).
Seksualitas
memiliki arti yang lebih luas karena meliputi bagaimana seseorang merasa
tentang diri mereka dan bagaimana mereka mengkomuniksikan perasaan tersebut
terhadap orang lain melalui tindakan yang dilakukannya seperti, sentuhan,
ciuman, pelukan, senggama, atau melalui perilaku yang lebih halus seperti
isyarat gerak tubuh, etika berpakaian.
Banyaknya variasi seksualitas dan perilaku seksual
membutuhkan perspektif yang holistik (menyeluruh). Bagaimanapun seksualitas dan
kesehatan seksual memiliki banyak dimensi antara lain:
- Dimensi sosiokultural
- Agama dan etika
- Psikologis
- Biologis.
a. Dimensi
Sosiokultural
Merupakan dimensi yang melihat bagaimana seksualitas
muncul dalam relasi antar manusia, bagaimana seseorang menyesuaikan diri dengan
tuntutan peran dari lingkungan sosial, serta bagaimana sosialisasi peran dan
fungsi seksualitas dalam kehidupan manusia. Misalnya bagi bangsa Timur,
khususnya Indonesia, melakukan hubungan intim (senggama) di luar nikah
merupakan sebuah aib.
b.
Dimensi Agama dan Etika
Seksualitas berkaitan dengan standar pelaksanaan agama
dan etika. Jika keputusan seksual yang ia buat melawati batas kode etik individu
maka akan menimbulkan konflik internal, seperti perasaan bersalah, berdosa dan
lain-lain. Sikap mengenai seksualitas memiliki rentang mulai dari pandangan
tradisional (hubungan seks hanya boleh dalam perkawinan) sampai dengan sikap
yang memperbolehkan sesuai dengan keyakinan individu tentang perbuatannya.
Misalnya:
Seseorang meyakini kalau hubungan seks diluar nikah itu
tidak diperbolehkan menurut agama atau etika, tapi karena kurang bisa
mengendalikan diri, ia tetap melakukan juga. Michael et al (1994) membagi sikap
dan keyakinan individu tentang seksualitas menjadi 3 kategori:
1) Tradisional :
Keyakinan keagamaan selalu dijadikan pedoman bagi
perilaku seksual mereka. Dengan demikian homo seksual, aborsi, dan hubungan
seks pranikah dan di luar nikah selalu dianggap sebagai sesuatu yang salah.
2) Relasional :
Berkeyakinan bahwa seks harus menjadi bagian dari
hubungan saling mencintai, tetapi tidak harus dalam ikatan pernikahan.
3) Rekreasional :
Menyatakan bahwa kebutuhan seks tidak ada kaitannya dengan
cinta.
Seks itu pada dasarnya sama dengan makan, minum, tidur
dan berolah-raga. Seks itu indah dan baik sebagai, anugerah Allah (Kejadian 1 : 31). Hubungan Seks itu harus dilakukan dalam konteks
perjanjian antara Allah dan manusia yang bermuara pada perkawinan. (bandingkan Efesus 5 : 22-33).
Jika kita melakukannya di luar konteks perjanjian (covenant)
Allah dan berarti merusak anugerah Allah.
Setiap orang selalu membutuhkan teman / sahabat atau
dalam pergaulannya. Pergaulan merupakan suatu hubungan yang meliputi tingkah
laku seseorang. Pergaulan merupakan suatu hubungan antar pribadi yang tidak
dapat dihindari. Seringkali dalam pergaulan kita menemui kesulitan yang
menimbulkan persoalan pribadi, sehingga dapat menggoncangkan jiwa dan
menghambat / merugikan perkembangan pribadi yang bersangkutan.
Hal-hal yang harus diperhatikan
dalam pergaulan :
- Pengenalan individu
- Pengertian terhadap individu
- Setiap individu mempunyai kekurangan dan kelebihannya
- Keterbukaan diri
- Menghormati hak –hak individu
- Setia
- Jujur
Ciri-ciri pergaulan yang baik:
- Tidak mementingkan diri sendiri tanpa syarat di dalamnya
- Bersifat teguh
- Bersedia berkorban
- Bersifat berguna / berfaedah
Melalui pergaulan kita memiliki sahabat. Persahabatan
harus membuat hidup saudara lebih maju dan bergairah dalam menjalani hidup ini.
Sebagai orang percaya yang masih terus melanjutkan perjalanan ini menatap masa
depan yang gilang gemilang, kita dituntut untuk taat dan setia dengan :
- Sikap selektif (tahu memilih)
- Sikap kritis (tahu menilai)
Sehingga kita tidak terjerumus ke dalam hal-hal negatif
misalnya :
- Nge-dugem
- Nge-drop-in
- Nge-boat
- Nge-seks
Jika kita melakukan hal-hal tersebut, maka kita akan
menjadi batu sandungan bagi keluarga, gereja dan masyarakat .
Ingatlah selalu : 1 Timotius 4 : 12
“Jangan seorangpun menganggap engkau rendah, karena
engkau muda, jadilah teladan bagi orang-orang percaya dalam perkataanmu, dalam
tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu”.
Buku bacaan :
- Etika Kristen Bagian Umum ---Dr J Verkuyl – BPK Gunung Mulia
- Etika Sexual ---Dr J Verkuyl – BPK Gunung Mulia
- Pengambilan keputusan Etis dan faktor-faktor di dalamnya –Malcolm Brownlee BPK Gunung Mulia
- Ensiklopedi Perjanjian Baru –Xavier Leon – Dufour
- Wahyudi,K.2000 KesehatanReproduksi Remaja. Lab Ilmu Kedokteran Jiwa FK UGM Jogjakarta .
- Purnawan, I. 2004. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Pada Anak Jalanan di Stasiun Kereta Api Lempuyangan Jogjakarta. Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran UGM
Rabu, 05 September 2012
Pandangan Yang Salah Mengenai Seks
Seks
diciptakan oleh Allah untuk tujuan yang mulia. Penyatuan pria dan wanita dalam
pernikahan menggambarkan hubungan antara Allah dan gereja-Nya. Oleh karena itu,
sebagai umat yang ditebus oleh Kristus, kita seharusnya menempatkan seksualitas
pada posisi yang seharusnya, sesuai dengan firman Tuhan.
Banyak gambaran salah yang diberikan kepada remaja, pemuda, atau bahkan pasangan yang sedang menuju ke pernikahan. Akibatnya, mereka salah menggarap relasi mereka. Mulai dari bagaimana mencari kekasih, sampai membayangkan dan mengonsepkan pernikahan yang berbahagia.
1. Keperkasaan dan Kecantikan Fisik
Mereka menganggap hubungan suami istri akan lebih baik dan lebih bahagia jika sang suami bak pangeran yang gagah perkasa dan ganteng, sementara sang istri seperti putri yang begitu langsing, seksi, dan cantik.
Gambaran
inilah yang diberikan novel-novel, berbagai cerita film ataupun media lainnya.
Namun, dalam realitasnya, keperkasaan dan kecantikan justru menjadi bumerang
dalam relasi pernikahan. Sekitar tahun 80-an, dunia dihebohkan dengan
pernikahan ideal bak pernikahan negeri dongeng antara pangeran yang begitu
gagah dan putri yang begitu cantik, yaitu Pangeran Charles dan Putri Diana.
Acara pernikahannya begitu megah dan mewah, memberikan pengharapan dan ikon
kepada dunia bahwa inilah pernikahan yang paling bahagia, dan mereka hidup
"bahagia selamanya".
Namun,
semuanya justru berakhir tragis. Sang Pangeran semakin lama semakin tidak sabar
dan tidak nyaman dan sang putri merasa hidup bagai di neraka. Pernikahan ini
bertahan tidak lebih dari 10 tahun. Dimulai dengan perselingkuhan, perceraian,
dan bahkan diakhiri dengan kematian tragis sang putri, serta disusul dengan
pernikahan sang pangeran dengan wanita bekas kekasihnya.
Namun
sebelum semua itu terjadi, pernikahan ini memang tidak didukung oleh orang
banyak karena justru dianggap sangat tidak ideal. Akhir kisah pernikahan inilah
bukti kebenaran paling nyata dari anggapan tersebut. Demikian juga, perceraian
banyak terjadi pada pernikahan aktor ganteng dan aktris cantik.
Di
sisi lain, pernikahan dari pasangan yang tidak terlalu ganteng dan tidak
terlalu cantik justru berjalan jauh lebih bahagia, lebih indah, dan lebih
langgeng. Dengan demikian, gambaran pernikahan "Cinderella" ini
bukanlah gambaran yang benar secara absolut. Namun, kita juga tidak boleh
beranggapan bahwa pernikahan antara pria ganteng dan wanita cantik, pasti akan
berakhir dengan perceraian.
Dalam
pernikahan, yang penting adalah apakah inti dari relasi pernikahan sudah
dikembalikan pada kebenaran firman Tuhan dan apakah pernikahan itu sudah
sungguh-sungguh mengutamakan Tuhan. Jika semua itu diperhatikan maka relasi
seiman dan sepadan akan terbentuk, dan itulah yang membawa kebahagiaan dan
kelanggengan ke dalam kehidupan rumah tangga.
2. Seks Adalah Penentu Kebahagiaan Keluarga
Saat
ini, banyak buku tentang pernikahan dan relasi keluarga yang sangat
berorientasi pada masalah seksual. Berangkat dari pemahaman psikoanalisa
Sigmund Freud -- bahwa semua masalah kejiwaan berujung pada masalah seksual,
baik pada masa kecil ataupun pada masa kemudian -- maka pada paruh kedua abad
XX pergerakan pemikiran ini semakin meluas. Hidup seolah-olah hanyalah untuk
seks. Seks yang menjadi penentu kebahagiaan keluarga. Oleh sebab itu, dunia
melihat urusan seksual menjadi begitu penting.
Mereka memberikan perhatian khusus terhadap masalah seks melalui latihan-latihan fisik, fitnes, dan olahraga khusus untuk seks. Mereka mementingkan penampilan fisik yang sensual. Baju yang berpenampilan sensual, bukan hanya untuk wanita, tetapi juga pria. Model baju ketat dan seksi dengan dua kancing teratas terbuka, seperti yang dipakai oleh Elvis Presley, sempat menjadi tren yang sangat digandrungi pria. Yang dipikirkan bukanlah mengenakan baju yang rapi, yang anggun, melainkan yang seksi. Hal ini semakin menjadi-jadi pada wanita.
Mereka memberikan perhatian khusus terhadap masalah seks melalui latihan-latihan fisik, fitnes, dan olahraga khusus untuk seks. Mereka mementingkan penampilan fisik yang sensual. Baju yang berpenampilan sensual, bukan hanya untuk wanita, tetapi juga pria. Model baju ketat dan seksi dengan dua kancing teratas terbuka, seperti yang dipakai oleh Elvis Presley, sempat menjadi tren yang sangat digandrungi pria. Yang dipikirkan bukanlah mengenakan baju yang rapi, yang anggun, melainkan yang seksi. Hal ini semakin menjadi-jadi pada wanita.
Baju
wanita semakin berani menonjolkan bagian terbukanya yang memamerkan buah dada,
belahan paha, atau bagian tubuh lainnya. Demikian juga model rok mini yang
semakin hari semakin kekurangan kain. Semua ini karena adanya anggapan bahwa
kebahagiaan dan kehidupan pernikahan akan sangat ditentukan oleh sensualitas
pasangan tersebut. Mereka tidak mencari pasangan yang sepadan, tetapi yang
seksi.
Hal
ini menyebabkan pernikahan salah arah dan banyak menimbulkan masalah moral,
seperti penyelewengan, perselingkuhan, dan lain-lain. Pernikahan bukan
bergantung pada ide-ide dan gagasan empiris, melainkan harus dikembalikan
kepada kebenaran firman Tuhan.
3. Uji Coba Relasi
Banyak pasangan muda yang begitu dikuasai oleh pemikiran seksual. Berbagai media memengaruhi mereka untuk memiliki kepedulian yang berlebihan terhadap masalah fisik. Mereka beralasan bahwa jika tidak terjadi kecocokan dalam relasi seks, maka kehidupan keluarga mereka akan menjadi rusak.
Oleh
sebab itu, di tengah-tengah abad yang semakin gila ini, banyak pasangan muda
yang memutuskan untuk "mencoba" terlebih dulu relasi seks mereka.
Kalau cocok, barulah mereka maju menuju ke jenjang pernikahan. Pemikiran ini
sangat bertentangan dengan berita Alkitab. Justru uji coba seksual ini membuat
setiap pribadi memasuki pengalaman seksual yang inklusif dan tidak eksklusif
lagi. Malahan, pengalaman ini membuat pernikahan tidak bisa berjalan baik
karena setiap anggota pasangan sudah memiliki pengalaman lebih dalam relasi
seksual, yang menyebabkan mereka selalu merasa tidak puas dan memberikan
peluang untuk mencari pengalaman yang lebih baru lagi. Inilah awal kerusakan
dan pecahnya kehidupan keluarga. Alkitab menyatakan bahwa hubungan fisik harus
ditunda selama dalam relasi pacaran, sampai nanti memasuki kehidupan
pernikahan.
Di
saat itulah, kita boleh membuka cadar fisik yang selama ini tertutup dan
menikmatinya dengan begitu indah. Tuhan menyediakan keindahan luar biasa bila
dipergunakan sebagaimana mestinya.
4. Pengembangan Keintiman Fisik
Telah disinggung di atas bahwa pengembangan keintiman fisik hari ini merupakan masalah yang sangat serius. Seorang anak kecil bisa berkata, "Wah, Andi belum pacaran dengan Ita karena belum ciuman bibir." Betapa mengerikan jika pacaran ditandai dengan "ciuman bibir". Inilah gambaran umum yang dipasarkan dengan sangat luas oleh pemikiran yang berdosa pada masa kini. Sulit sekali orang Kristen atau pendeta untuk berkata, "Kalau pacaran, jangan ciuman bibir dulu. Boleh cium di pipi atau di kening." Maka langsung dijawab, "Wah, itu kuno sekali." Pengembangan keintiman fisik sudah terbukti membawa masalah seksual yang sangat serius di kalangan remaja.
Begitu
banyak terjadi kehamilan remaja akibat hal yang sedemikian dianggap remeh dan
biasa, "Kalau pacaran pasti harus ciuman bibir." Ciuman bibir
merupakan titik awal dari rangsangan seksual. Ciuman bibir membawa satu
pasangan, khususnya pihak wanita, terbuai dengan rangsangan seks. Kemudian hal
itu mengakibatkan kebutuhan akan dosis yang lebih tinggi lagi. Mulai dari
ciuman sedetik, lalu menjadi 5 detik, kemudian akan menjadi bermenit-menit. Dan
ketika rangsangan naik, si wanita semakin ingin dipeluk, diraba, dan rangsangan
rabaan ini akan berlanjut terus menuju ke daerah-daerah yang sangat pribadi dan
sensitif. Mungkin sebagai gadis baik-baik, ia akan merasa bersalah, tetapi
rangsangan kuat akan menelan perasaan dan teguran itu. Ia hanya dapat berkata
"Jangan," tetapi tidak mampu melawan keinginannya.
Rangsangan
yang terjadi membawa dia pada kondisi tidak berdaya, sehingga penentunya ada di
pihak pria. Jika si pria kurang ajar dan memang rusak, ia akan memanfaatkan
keadaan itu untuk terus melakukan rangsangan dan menekan pihak wanita yang akan
semakin menyerah, sampai semuanya terjadi. Setelah semua terjadi, wanita itu
marah, kecewa, sedih, tetapi semua sudah terjadi dan tidak bisa ditarik
kembali. Selanjutnya, perasaan yang timbul adalah ketakutan ditinggal oleh sang
kekasih yang telah merenggut keperawanannya.
Di
kemudian hari, ia akan semakin takluk jika kekasihnya meminta hal yang lebih,
sampai berakibat kehamilan yang tidak dikehendaki. Masalah seksual bukan
sesuatu yang boleh diumbar dan ditumbuhkan. Kita justru harus menumbuhkan
komunikasi yang sehat, saling pengertian, dan kerelaan berubah demi kekasih
kita. Sayangnya, hal-hal ini tidak dilakukan, sementara hal yang tidak boleh
justru dilakukan. Gejala kehidupan berdosa inilah yang banyak memengaruhi
pergaulan dan pikiran anak muda kita, termasuk anak muda Kristen.
Diambil dan disunting seperlunya dari :
Judul
buku: Indahnya Pernikahan Kristen
Judul
bab: Seksualitas dalam Pernikahan
Penulis:
Sutjipto Subeno
Penerbit:
Penerbit Momentum, Surabaya 2010
Halaman:
78 -- 84
Pacaran Remaja Kristen
Pembacaan Ayat: Mazmur 119:9
Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu.
Masa remaja adalah masa yang penuh gejolak, masa yang penuh dengan berbagai pengenalan dan petualangan akan hal-hal yang baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan mereka kelak.
Disaat
remajalah proses menjadi manusia dewasa berlangsung. Pengalaman manis, pahit,
sedih, gembira, lucu bahkan menyakitkan mungkin akan dialami dalam rangka
mencari jati diri. Sayangnya, banyak diantara mereka yang tidak sadar bahwa
beberapa pengalaman yang tampaknya menyenangkan justru dapat menjerumuskan.
Rasa ingin tahu dari para remaja kadang-kadang kurang disertai pertimbangan
rasional akan akibat lanjut dari suatu perbuatan.
Daya
tarik persahabatan antar kelompok, rasa ingin dianggap sebagai manusia dewasa,
kaburnya nilai-nilai moral yang dianut, kurangnya kontrol dari pihak yang lebih
tua (dalam hal ini orang tua), berkembangnya naruli seks akibat matangnya
alat-alat kelamin sekunder, ditambah kurangnya informasi mengenai seks dari
sekolah/lembaga formal serta bertubi-tubinya berbagai informasi seks dari media
massa yang tidak sesuai dengan norma yang dianut menyebabkan
keputusan-keputusan yang diambil mengenai masalah cinta dan seks begitu
kompleks dan menimbulkan gesekan-gesekan dengan orang tua ataupun lingkungan
keluarganya.
1.
Pendahuluan
Berbagai kota
besar amat menjanjikan kemudahan bagi para kaum mudanya. Diskotik, pusat
perbelanjaan, pusat-pusat hiburan merupakan ajang pertemuan kaum muda dengan
segala pernak-perniknya. Kehidupan yang penuh gejolak ini seringkali membuat
kaum muda kepada “perilaku seks bebas” bahkan “menyimpang“.
Cinta dan seks merupakan salah satu problem terbesar
dari remaja dimanapun didunia ini. Kehamilan remaja, pengguguran kandungan,
terputusnya sekolah, perkawinan usia muda, perceraian, penyakit kelamin,
penyalahgunaan obat, merupakan akibat buruk petualangan cinta dan seks yang
salah disaat remaja. Tidak jarang masa depan mereka yang penuh harapan hancur
berantakan karena masalah cinta dan seks.
2.
Upaya Mengenal Kehidupan Remaja
Akibat matangnya alat kelamin sekunder maka di usia 13
– 15 tahun pada pria dan di usia 12 -14 tahun pada wanita, terjadi perubahan
fisik dan emosi. Mereka masuk ke dalam suatu masa yaitu masa pubertas. Masa ini
dikenal sebagai masa peralihan dari masa anak-anak menjadi dewasa muda. Salah
satu perubahan terpenting dengan matangnya alat kelamin sekunder tadi mereka
mulai tertarik kepada lawan jenisnya. Kenikmatan tentang cinta dan seks yang
ditawarkan oleh berbagai informasi, baik berupa majalah, tayangan telenovela,
film, internet yang mengakibatkan fantasi-fantasi seks mereka berkembang dengan
cepat, dan bagi mereka yang tidak dibekali dengan nilai moral dan agama yang
kukuh, fantasi-fantasi seks tersebut ingin disalurkan dan dibuktikan melalui
perilaku seks bebas maupun perilaku seks pranikah saat mereka pacaran.
Disinilah titik rawannya. Gairah seks yang memuncak pada pria terjadi pada usia
18-20 tahun, padahal diusia tersebut mereka masih bersekolah/kuliah sehingga
tidak mungkin melakukan pernikahan. Akibatnya mereka menyalurkan gairah seks
mereka yang tingi dengan melakukan onani ataupun seks pranikah. Penyaluran
melalui onani sebenarnya merupakan penyaluran seks yang sehat sebatas tidak
berlebihan, namun disayangkan mitos-mitos yang berkembang di masyarakat begitu
menakutkan sehingga kaum muda sering dipojokkan, terutama dengan perasaan dosa
saat melakukan onani. Untuk itu pendidikan seks bagi para siswa SMP dan SMA
sebaiknya diberikan agar mereka sadar bagaimana menjaga agar organ-organ
reproduksinya tetap sehat.
3.
Berpacaran yang Sehat dan Bebas Aids
Adalah sesuatu yang mustahil, melarang remaja untuk
melakukan interaksi dengan lawan jenisnya. Proses interaksi yang lebih lanjut
yang diwujudkan dengan berpacaran merupakan hal yang wajar dan baik bagi
pengembangan aspek kematangan emosional remaja itu sendiri. Namun, harus ada
rambu-rambu yang dipasang agar tidak terjadi berpacaran yang berlebihan,
apalagi sampai melakukan hubungan seksual dan terjadi kehamilan yang tidak
diinginkan dan pada akhirnya mengambil jalan pintas dengan menggugurkan
kandungan. Untuk itu hal-hal di bawah ini perlu mendapatkan perhatian:
- Hati – hati berpacaran
Setelah melalui fase “ketertarikan” maka mulailah pada
fase saling mengenal lebih jauh alias berpacaran. Saat ini adalah saat paling
tepat untuk mengenal pribadi dari masing-masing pasangan. Sayangnya, tujuan
untuk mengenal pribadi lebih dekat, sering disertai aktivitas seksual yang
berlebihan. Makna pengenalan pribadi berubah menjadi pelampiasan hawa nafsu
dari masing-masing pasangan. Ungkapan kasih sayang tidak seharusnya diwujudkan
dalam bentuk aktivitas seksual. Saling memberi perhatian, merancang cita-cita
serta membuka diri terhadap kekurangan masing-masing merupakan bagian penting
dalam masa berpacaran. Aktivitas fisik seperti saling menyentuh, mengungkapkan
perasaan kasih sayang, ciuman kasih sayang adalah hal tidak terlalu penting,
namun sering dianggap sebagai bagian yang indah dari masa berpacaran. Pada
batas-batas tertentu hal ini dapat diterima, namun lebih dari aktivitas
tersebut, apalagi pada hal-hal yang menjurus pada hubungan seksual tidak dapat
diterima oleh norma yang kita anut. Karena justru aktivitas seksual akan
mengotori makna dari pacaran itu sendiri.
- “No Seks”
Katakan “tidak”, jika pasangan menghendaki aktivitas
berpacaran melebihi batas. Terutama bagi remaja putri permintaan seks sebagai
“bukti cinta”, jangan dipenuhi, karena yang paling rugi adalah pihak wanita.
Ingat, sekali wanita kehilangan kegadisannya, seumur hidup ia akan menderita,
karena norma yang dianut dalam masyarakat kita masih tetap mengagungkan
kesucian. Berbeda dengan wanita, keperjakaan pria tidak pernah bisa dibuktikan,
sementara dengan pemeriksaan dokter kandungan dapat ditentukan apakah seorang
gadis masih utuh selaput daranya atau tidak.
- “Rem Keimanan”
Iman, merupakan rem paling pakem dalam berpacaran.
Justru penilaian kepribadian pasangan dapat dinilai saat berpacaran. Mereka
yang menuntut hal-hal yang melanggar norma-norma yang dianut, tentunya tidak
dapat diharapkan menjadi pasangan yang baik. Seandainya iapun menjadi suami
atau istri kelak tentunya keinginan untuk melanggar norma-norma pun selalu ada.
Untuk itu, “Say Good Bye” sajalah…! Masih banyak kok pria dan wanita yang
mempunyai iman dan moral yang baik yang kelak dapat membantu keluarga bahagia.
- Bahaya Kehamilan di Usia Muda
Kehamilan terjadi jika terjadi pertemuan sel telur
pihak wanita dan spermatozoa pihak pria. Dan hal itu biasanya didahului oleh
hubungan seks. Kehamilan pada remaja sering disebabkan ketidaktahuan dan tidak
sadarnya remaja terhadap proses kehamilan. Bahaya kehamilan pada remaja:
Hancurnya masa depan remaja tersebut.
·
Remaja wanita
yang terlanjur hamil akan mengalami kesulitan selama kehamilan karena jiwa dan
fisiknya belum siap.
·
Pasangan
pengantin remaja, sebagian besar diakhiri oleh perceraian (umumnya karena
terpaksa kawin karena nafsu, bukan karena cinta).
·
Pasangan
pengantin remaja sering menjadi cemoohan lingkungan sekitarnya.
·
Remaja wanita
yang berusaha menggugurkan kandungan pada tenaga non medis (dukun, tenaga tradisional)
sering mengalami kematian strategis.
·
Pengguguran
kandungan oleh tenaga medis dilarang oleh undang-undang, kecuali indikasi medis
(misalnya si ibu sakit jantung berat, sehingga kalau ia meneruskan kehamilan
dapat timbul kematian). Baik yang meminta, pelakunya maupun yang mengantar
dapat dihukum.
·
Bayi yang
dilahirkan dari perkawinan remaja, sering mengalami gangguan kejiwaan saat ia
dewasa.
·
Disamping
terjadinya kehamilan yang tidak dikehendaki, seks yang dilakukan sebelum
menikah akan mengandung berbagai masalah antara lain tuntutan suami akan
keperawanan, berbagai penyakit kelamin (termasuk AIDS), stress berkepanjangan,
kemandulan (karena infeksi) dan lain-lain.
- Kiat Sadar Diri
Yang sering terjadi adalah pasangan lepas kendali
karena terbuai aktivitas berpacaran. untuk itu beberapa tips agar tidak
terbuai:
·
Niatkan bahwa
tujuan berpacaran adalah untuk saling mengenal lebih dekat.
·
Hindari tempat
yang terlalu sepi atau tempat yang mengandung aktivitas seksual.
·
Hindari makan
makanan yang merangsang sebelum/selama pacaran.
·
Hindari
bacaan/film porno yang merangsang sebelum/selama pacaran.
·
Jangan dituruti
kalau pasangan menuntut aktivitas pacaran yang berlebihan, sambil mengingatkan
bahwa hal itu akan mengotori tujuan dari berpacaran.
Oleh karena itu bahwa gaya pacaran yang sehat merupakan sesuatu
yang perlu diperhatikan agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Gaya pacaran yang sehat
mencakup berbagai unsur yaitu sebagai berikut:
·
Sehat Fisik.
Tidak ada kekerasan dalam berpacaran. Dilarang saling
memukul, menampar ataupun menendang.
·
Sehat Emosional.
Hubungan terjalin dengan baik dan nyaman, saling
pengertian dan keterbukaan. Harus mengenali emosi diri sendiri dan emosi orang
lain. Harus mampu mengungkapkan dan mengendalikan emosi dengan baik.
·
Sehat Sosial.
Pacaran tidak mengikat, maksudnya hubungan sosial
dengan yang lain harus tetap dijaga agar tidak merasa asing di lingkungan
sendiri. Tidak baik apabila seharian penuh bersama dengan pacar.
·
Sehat Seksual.
Dalam berpacaran kita harus saling menjaga, yaitu
tidak melakukan hal-hal yang beresiko. Jangan sampai melakukan
aktivitas-aktivitas yang beresiko, apalagi melakukan hubungan seks.
4.
Pengaruh Perilaku Seks Bebas pada Intelektualitas
Pusat aktifitas seks adanya di otak, yaitu bagian di otak
yang bernama “Hypotalamus” (batang otak). Hypotalamus yang mengatur gairah seks
(libido), keinginan seks (motivasi), sementara otak besar mengatur fantasi seks
dan pengalaman seks. Adanya rangsangan seks yang datang melalui panca indera
(penglihatan, penciuman, dan sentuhan) masuk ke dalam otak dan melalui susunan
saraf yang kompleks, melalui tulang belakang, menimbulkan ereksi, maupun
pembasahan vagina (lubrikasi).
Semakin ditundanya usia perkawinan oleh karena
berbagai sebab (kemampuan sosio-ekonomi, pendidikan, dll), mengakibatkan
penyaluran seks yang sehat dan alamiah terganggu, sementara sebagai media
menyajikan bermacam bentuk pornografi yang merangsang gairah dan keinginan seks
kaum muda. Mereka yang tahu akan bahaya seks pranikah menyalurkannya melalui
masturbasi, sementara yang lain melakukan berbagai tingkatan aktivitas seks,
mulai dari bercumbu sampai melakukan hubungan seks.
Makin banyak seseorang melakukan fantasi seks makin
cenderung untuk melakukan aktifitas seks, sementara perasaan berdosa,
mitos-mitos yang menakutkan, kehamilan yang tidak diinginkan, berbagai penyakit
kelamin menghantui mereka. Akibatnya sering terjadi konflik di dalam jiwa
mereka dan tentunya keadaan ini dapat mengganggu perkembangan
intelektualitasnya.
Pendidikan seks yang benar dan disesuaikan dengan
kondisi masyarakat kita dapat mengurangi konflik dan mitos-mitos yang salah
yang selama ini berkembang dalam masyarakat kita, sehingga dapat meningkatkan
kemampuan intelektualitas seseorang.
1 Timotius 4:12, Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.
1 Timotius 4:12, Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.
Langganan:
Postingan (Atom)