Minggu, 25 November 2012

Alkitab Bagi Remaja

Alkitab merupakan otoritas tertinggi dalam semua persoalan iman dan tindakan setiap anak Tuhan. Seluruh pengajaran Kristen bersumber dan berdasar pada apa yang tertulis dalam Alkitab. 
Hal ini harus diketahui, dimengerti, dan dipahami pula oleh remaja binaan Anda. Jika mereka tidak bertumbuh dalam pengenalan akan firman Tuhan, maka masa muda mereka akan diisi dengan hal-hal yang dapat membunuh kehidupan rohani mereka. Kami mengajak Anda menyimak bahan mengajar yang menolong Anda mengenalkan Alkitab kepada anak-anak remaja. Juga, ajaklah mereka untuk belajar dari seorang tokoh yang menemukan betapa ajaibnya firman Tuhan itu, bahkan dalam setiap angka yang terdapat di dalamnya.

Alkitab merupakan buku pedoman bagi orang Kristen. Dari buku ini, kita memperoleh pengetahuan tentang Allah, manusia, pribadi dan pekerjaan Kristus, Roh Kudus, gereja, dan perkara-perkara yang kekal. Karena hal ini merupakan dasar bagi semua pelajaran dalam kelas kita ini, baiklah kita mempelajarinya terlebih dulu sebagai suatu kitab.

A. Doa

"Singkapkanlah mataku, supaya aku memandang keajaiban-keajaiban dari Taurat-Mu." (Mazmur 119:18) Amin.

B. Pembacaan Alkitab Setiap Hari

Senin: Firman Allah menghibur kita (Mazmur 119:81-88).
Selasa: Firman Allah tetap teguh untuk selama-lamanya (Mazmur 119:89-96).
Rabu: Firman Allah memberi kebijaksanaan (Mazmur 119:97-104).
Kamis: Firman Allah memberi terang (Mazmur 119:129-136).
Jumat: Firman Allah sangat teruji dan menyucikan (Mazmur 119:137-144; 119:9).
Sabtu: Firman Allah menghidupkan (Mazmur 119:153-160).
Minggu: Firman Allah memberi ketenteraman dan keselamatan (Mazmur 119:161-168).

C. Pelajaran Mingguan

1. Apakah yang dimaksud dengan Alkitab?

Kata "Alkitab" berarti buku. Alkitab itu terdiri dari dua bagian, yaitu Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Perjanjian Lama adalah suatu himpunan dari 39 kitab dan Perjanjian Baru adalah suatu himpunan dari 27 kitab. Alkitab itu adakalanya disebut "firman Allah" atau "Kitab Suci". Perjanjian Lama adalah bagian Alkitab yang ditulis sebelum Yesus lahir di dunia. Isi Perjanjian Lama kita sama dengan yang dibaca oleh Tuhan Yesus pada waktu Ia masih anak-anak, hanya saja kitab-kitab itu dulu tersusun menurut urutan yang agak berlainan.

Kata 'perjanjian' juga mengandung arti "surat wasiat". Seseorang menulis surat wasiat untuk menyatakan apa yang harus dilakukan dengan barang-barang miliknya atau harta bendanya. Di dalam Alkitab, kita dapat menemukan apa yang menjadi kehendak Allah bagi kita, anak-anak-Nya.

Perjanjian Baru ditulis sesudah kehidupan Tuhan Yesus di dunia. Perjanjian Baru menunjukkan kehendak Tuhan Yesus bagi kita setelah Ia mati di kayu salib.

2. Bagaimanakah kita memperoleh Alkitab?

Alkitab menyatakan, "Sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah." (2 Petrus 1:21) "Seluruh Kitab Suci diberikan kepada kita melalui ilham Allah." (2 Timotius 3:16 -- FAYH)

Untuk menyelesaikan penulisan Alkitab ini diperlukan 1500 sampai 1600 tahun dan kira-kira 40 orang penulis. Penulis-penulis ini berasal dari bermacam-macam tingkat sosial, yakni raja-raja, negarawan-negarawan, gembala-gembala, nelayan-nelayan, dsb.. Sungguh pun penulisannya memakan waktu lama dan dilakukan oleh sedemikian banyak macam orang, kita tetap melihat adanya satu kesatuan yang sempurna, tanpa ada yang bertentangan. Semua orang ini memperoleh ilham dari Allah dan menuliskan apa yang ada dalam pikiran Allah.

Kitab-kitab yang pertama dari Alkitab ditulis lebih dari 3000 tahun yang lalu. Sebelum buku-buku itu ditulis, Allah berbicara langsung kepada hamba-hamba-Nya seperti Nuh, Abraham, Ishak, Yakub, dan Musa. Ia menyatakan kehendak-Nya kepada mereka dan mengatakan bahwa Ia akan memberkati mereka, bilamana mereka setia dan percaya kepada-Nya. Mereka mengajarkan hal ini kepada anak-anak di rumah dan membicarakannya di pintu gerbang kota, di mana laki-laki duduk memecahkan masalah-masalah hukum dan masalah-masalah hari itu. Mereka menyimpan buku-buku keluarga yang disebut silsilah. Silsilah-silsilah keluarga, pengalaman-pengalaman dengan Allah, serta hukum-hukum-Nya yang telah diucapkan dan diperintahkan kepada mereka, ditambah dengan mazmur-mazmur, syair-syair, dan nubuat-nubuat, semuanya dibuat dalam Perjanjian Lama yang diterima sebagai Kitab Suci.

Dalam Perjanjian Baru, kita dapat membaca tentang riwayat hidup Tuhan Yesus, ucapan-ucapan-Nya, sejarah gereja mula-mula, surat-surat kiriman kepada gereja-gereja, dan satu Kitab Wahyu. Bukankah sangat mengherankan bahwa 40 orang telah menulisnya dalam kira-kira 1600 tahun, dan dalam tulisan-tulisan mereka itu tidak ada yang bertentangan? Adakah kitab lain yang semacam ini? Orang-orang Kristen di mana-mana percaya bahwa Alkitab ini benar, oleh sebab Allah telah mengilhamkan kepada penulis-penulis itu apa yang harus mereka tulis.

3. Apakah yang dimaksud dengan ilham?


Kata 'ilham' berarti dinapaskan oleh Allah. Jikalau kita mengatakan bahwa Alkitab itu diwahyukan Allah, maka itu berarti bahwa kitab-kitab itu berasal dari Allah dan Ia "menapaskannya" kepada kita. Hal ini dilakukan oleh Roh Kudus yang menaruh firman Allah itu ke dalam hati para penulis Alkitab itu (2 Petrus 1:20-21).

4. Apakah yang dimaksud dengan wahyu?

Wahyu adalah tindakan Allah untuk mengungkapkan kebenaran-Nya kepada penulis-penulis Alkitab. Dengan akalnya sendiri, orang tidak mungkin mengenal kebenaran-kebenaran itu.

5. Apakah buktinya bahwa Alkitab itu dapat dipercaya?

Orang-orang yang menulis Alkitab adalah orang-orang yang tulus hati dan jujur, dikenal oleh orang-orang pada zamannya, dan mereka mengetahui apa yang ditulisnya, baik dari pengalaman pribadi maupun dari catatan-catatan yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. Selanjutnya, ada beratus-ratus bukti yang ditemukan oleh para ahli ilmu purbakala, yang menunjukkan bahwa sejarah Alkitab itu benar adanya, dan tidak ada satu pun penemuan yang berlawanan dengan kebenaran Alkitab. Dulu, orang mengatakan bahwa tidak mungkin Musa dapat menulis kelima buku yang pertama dari Alkitab karena menurut mereka, pada masa hidup Musa belum ada tulisan. Tetapi kemudian orang menemukan beberapa loh batu bertulis yang berasal dari masa beberapa tahun sebelum Musa. Alkitab telah mengubah kehidupan orang-orang selama beratus-ratus tahun, dan menjadikan mereka itu anak-anak Allah yang tulus, jujur, dan sungguh-sungguh yakin bahwa Alkitab menyatakan kebenaran kepada hati mereka.

Diambil dan disunting dari:
Judul buku: Asas-Asas Alkitab Bagi Kaum Muda
Penyusun: Addie B. Raines, M.A. dan Stanton W. Richardson, M.A.
Penerbit: Kalam Hidup, Bandung, tth.
Halaman: 14 -- 18

Kamis, 15 November 2012

Remaja dan Alkitab

Dalam melayani remaja, setiap pembina harus selalu menghubungkan remaja binaannya dengan firman Tuhan. Dalam proses pengenalan diri, seorang remaja perlu dibawa untuk melihat bahwa identitas yang harus mereka miliki adalah identitas Kristus, yang hanya bisa mereka kenal dari firman Tuhan.

Bagaimana kita bisa membawa anak-anak remaja tertarik untuk membaca dan mempelajari Alkitab yang adalah firman Tuhan? Dalam mengajarkan kebenaran Alkitab, ada banyak hal yang perlu kita perhatikan, selain harus memahami isinya. Hal itu juga membutuhkan kreativitas para pembinanya. Kita perlu memiliki strategi bagaimana mendorong para remaja untuk membaca dan merenungkan Alkitab setiap hari. Sajian kami berikut ini kiranya dapat semakin memperlengkapi Anda dalam mengajarkan Alkitab kepada para remaja. Tuhan Yesus memberkati.

MENGAJAR ALKITAB DENGAN KREATIF

Kreatif adalah kata yang mengasyikkan. Saat menggunakan kata itu, kita membayangkan orang yang memiliki karunia untuk menyegarkan suasana dan bertindak secara spontan. Banyak pengajar Alkitab awam mendambakan karunia seperti ini. Guru yang kreatif membuat kelasnya segar, bergairah, dan menarik sehingga kelas mereka menjadi produktif dan berbuah. Mereka ingin mengajar dengan kreatif, tetapi mereka menganggap hal ini mustahil. Nyatanya, keinginan untuk mengajar dengan kreatif ini bukanlah hal yang mustahil. Kita perlu memahami pengajaran apa yang kita dambakan.

A. Pengajaran yang Kita Cari

Ada guru yang mengeluh karena murid tidak memerhatikan dan menaruh minat pada pelajarannya. Ada guru yang ingin muridnya mendengar dan mengucapkan kembali pelajaran Alkitab. Ada juga guru yang mengajar dan meminta muridnya menghafal kata demi kata. Setiap guru memunyai pengertian yang berbeda-beda tentang mengajar. Namun demikian, bagi  orang Kristen, sasaran dari pengajaran Alkitab adalah kehidupan yang berbuah di luar jam pelajaran.

1. Tahap Menghafal

"Ching fu su". Bacalah sekali lagi ungkapan itu. Sekarang tutuplah mata Anda dan ulangilah di luar kepala. Mungkin Anda tidak menyadari, tetapi Anda sudah belajar sesuatu! Apa yang Anda pelajari? "Ching fu su" yaitu suatu ungkapan yang tidak memunyai arti.

Itulah yang disebut belajar dengan cara menghafal tanpa berpikir: mengulangi sesuatu di luar kepala tanpa memikirkan apa artinya. Sayang sekali, banyak pengajaran di gereja yang hanya sampai pada tahap ini. Barangkali murid-murid dilatih menghafal ayat tersebut di luar kepala tanpa memikirkan artinya. Biasanya, pengajaran seperti ini akan sia-sia karena pelajaran Alkitab yang dihafal tanpa dipikirkan maknanya, tidak mungkin dapat mengubah kehidupan seseorang.

2. Tahap Mengenali

Kembali kepada ucapan "Ching fu su". Seandainya Anda diberi tahu bahwa ucapan tersebut adalah bahasa Korea yang berarti "Allah itu kasih", maka Anda sudah selangkah lebih maju. Sekarang ungkapan itu setidaknya sudah memunyai arti bagi Anda. Untuk mengetahui apakah para murid sudah belajar pada tahap itu, mungkin guru bisa mengadakan tes sederhana: Benar atau salah? "Ching fu su" berarti "Allah itu baik". Atau, tes pilihan ganda.

Tidak sukar untuk mengajar atau belajar pada tahap ini karena para murid hanya perlu mengenali sesuatu yang baru dikatakan atau dibacakan. Sering kali, inilah yang terjadi di dalam kelas remaja kita. Ternyata banyak murid sekolah minggu yang mempelajari kebenaran Alkitab hanya sampai tahap ini saja. Suatu survei di Universitas Negeri di Michigan menunjukkan bahwa 74 persen dari kelompok mahasiswa menyetujui pernyataan bahwa "Kristus mati karena dosa-dosa manusia". Namun pada survei yang sama, hanya 38% dari mereka yang menyetujui bahwa "iman dalam Kristus diperlukan untuk memperoleh keselamatan". Mereka mengenali dan menyetujui gagasan yang sudah mereka kenal dengan baik. Akan tetapi, mereka tidak mengerti maksudnya.

Sayangnya, kemampuan mengenali suatu kebenaran tidak berarti bahwa anak didik Anda telah menjadi pelaku firman. Ini juga tidak berarti bahwa kebenaran yang dikenali para murid telah menyatu dengan seluruh konsep pemahaman mereka tentang Alkitab dan kehidupan. Pengajaran dalam tahap ini belum menghasilkan perubahan hidup.

3. Tahap Mengucapkan Kembali

Setelah menyelesaikan satu seri Alkitab, Pak Rano ingin menguji anak-anak di kelasnya dengan menggunakan kejadian yang dialaminya. "Adik-Adik, minggu yang lalu saya berbicara dengan Tommy. Dia mengatakan bahwa hari Minggu ini, ia akan disidi di gerejanya. Uskup di gerejanya akan mengurapinya dengan Roh Kudus dan dia yakin bahwa dengan pertolongan Roh Kudus, dia sudah layak masuk surga. Seandainya Tommy bercerita kepada adik-adik, apakah yang akan kalian katakan kepadanya agar dia mengerti jalan yang harus ditempuh untuk masuk surga?" Lalu Pak Rano berhenti dan menunggu jawaban.

Untuk menjawab pertanyaan ini, murid perlu menguasai beberapa gagasan kebenaran dan menjelaskan satu kesatuan pikiran secara lengkap. Walaupun tahap ini belum cukup, tetapi tahap ini penting. Alkitab adalah firman Allah yang memberikan informasi tentang diri-Nya, kita, dan dunia sekitar kita. Alkitab menyatakan realitas fundamental yang perlu menjadi dasar hidup kita. Itulah sebabnya, ajaran Alkitab harus dimengerti. Kita harus menguasainya sebagai suatu sistem yang mengendalikan pola pikir hidup kita. Cara belajar kita akan bermakna jika kita dapat mengambil kebenaran Alkitab itu, menghubungkannya dengan ide-ide lain, dan menyatakan kebenaran itu dengan kata-kata kita sendiri.

Sayangnya, pengajaran seperti ini pada umumnya tidak diterapkan dalam sekolah minggu. Banyak guru yang cukup puas melihat para murid mereka mengenali kebenaran yang diajarkan. Hanya sedikit sekali guru yang berusaha menolong murid-muridnya untuk menguasai ajaran-ajaran firman Allah dengan baik.

4. Tahap Menghubungkan

Firman Allah bukanlah sekadar informasi saja. Firman Allah adalah titik pertemuan antara manusia dengan Allah. Perbedaan antara memperoleh informasi dan memperoleh pengalaman pribadi dengan Allah, terletak pada sikap kita. Sikap kita ini penting sekali. Agar kita bisa menyikapi kebenaran Allah dengan tepat, kita perlu melihat hubungan antara kebenaran itu dengan kehidupan kita.

Tahap pengajaran ini membutuhkan proses pengucapan ulang. Ketika memikirkan pengajaran alkitabiah dengan kata-katanya sendiri, seseorang akan mendapatkan ilham tentang makna pengajaran alkitabiah dalam kehidupan. Jika demikian, maka terbukalah jalan baginya untuk menjadi pelaku firman.

Ada banyak hal yang dapat dilakukan oleh seorang guru dalam membimbing muridnya, untuk melibatkan diri dengan firman Allah. Jika seorang guru mengajar muridnya untuk memberi respons yang tepat, maka ajarannya selaras dengan sifat firman Allah. Apabila Alkitab diajarkan selaras dengan sifat firman Allah, maka ajaran itu akan menghasilkan perubahan. Jika kita belajar, tetapi belum sampai pada tahap ini, maka apa yang kita pelajari itu belum cukup.

5. Tahap Merealisasi

Inilah tujuan dari pengajaran Alkitab, yaitu merealisasikannya. Dengan kata lain, pelajaran itu diterapkan secara nyata dalam pengalaman kita. Kita tidak hanya perlu mengerti cara menyikapi Alkitab dengan tepat, namun kita juga perlu mempraktikkan sikap itu.

Para guru perlu mengajar dalam tahap ini agar murid-muridnya mengerti kebenaran Allah dan menerapkannya dalam kehidupannya. Hanya firman Allah yang dipelajari dengan cara seperti inilah, yang dapat mengubah kehidupan.

B. Belajar dan Mengajar Secara Kreatif

Setelah memahami tahapan-tahapan yang berbeda, sekarang kita dapat memberi definisi yang tepat pada istilah "Mengajar Secara Kreatif". Mengajar secara kreatif berarti mengajar dengan memusatkan perhatian pada aktivitas-aktivitas belajar, yang dapat meningkatkan tahap belajar para pembelajar.

Dalam praktiknya, apakah perbedaan antara mengajar secara kreatif dan mengajar secara tidak kreatif?

1. Fakta vs Makna

Datanglah ke beberapa kelas sekolah minggu di gereja Anda, kira-kira lima atau sepuluh menit sebelum kelas itu bubar. Anda akan melihat perbedaan antara guru yang mengajar secara kreatif dan guru yang mengajar secara tidak kreatif. Biasanya kelas-kelas remaja berfokus pada fakta-fakta cerita Alkitab, bukan pada maknanya. Namun terkadang, kita juga mendengar pertanyaan-pertanyaan yang menggugah pikiran untuk mencari makna, seperti: "Apakah yang mungkin diperbuat oleh Yohanes, seandainya ia menjadi seorang anak remaja di Sekolah Menengah di sini?" Lalu, Anda dapat mendengar murid-murid Anda bercakap-cakap, berdiskusi, meneliti, menguji pendapat-pendapat mereka sampai makna firman Allah menjadi jelas dan relevan bagi mereka.

Mengajar para murid untuk menangkap sebuah makna bukanlah hal yang mudah. Seorang guru yang mengajar secara kreatif menyediakan waktu untuk menyelidiki dengan teliti arti dan makna dari pokok-pokok kebenaran yang akan diajarkannya. Dia membawa para muridnya melangkah ke tahap pengertian yang lebih tinggi, sehingga mereka dapat melihat dan dapat menjadi pelaku Firman.

2. Pelajar Aktif vs Pelajar Pasif

Saya pernah menyaksikan pengajaran seorang guru yang luar biasa di kelas Pratama di Kota Dallas. Delapan belas anak duduk di ruang kelas yang kecil di belakang gereja. Biarpun suasana sesak dan kurang memuaskan, namun guru itu dapat memikat perhatian murid-muridnya selama 45 menit! Dia memiliki kemampuan mengajar dan menggunakan berbagai macam alat peraga. Dia memang guru yang pintar mengajar, tetapi dia bukanlah guru yang kreatif. Anak-anak di kelasnya memerhatikan dan mempelajari sesuatu, tetapi hanya belajar sampai pada dua tahap awal, menghafal dan mengenal. Murid belajar secara pasif.

Para murid perlu memikirkan sendiri arti kebenaran-kebenaran Alkitab. Mereka harus mengolah ide-ide itu di dalam pikiran mereka, untuk menyatakannya dengan kata-kata mereka sendiri. Para murid perlu diberi kesempatan untuk menyatakan ide-ide mereka dalam pengertian mereka sendiri.

Ada bermacam-macam cara untuk dapat berpartisipasi di dalam kelas. Murid-murid bisa mendapatkan kesempatan untuk mewarnai gambar di kelas. Guru bisa bertanya atau meminta murid membaca ayat secara bergantian. Guru yang kreatif pasti akan memberi kesempatan kepada murid-muridnya, untuk berpartisipasi dan menyelidiki makna pelajaran secara aktif.

Makna itu baru akan ditemukan apabila seorang murid berpartisipasi dengan aktif. Para murid perlu memikirkan, merumuskan, menalar, dan menghubungkan kebenaran-kebenaran Alkitab dengan kehidupannya sendiri. Apabila ada kesempatan, perhatikanlah cara mengajar seorang guru yang kreatif: murid-muridnya sibuk menyelidiki makna yang terdapat di balik kebenaran Alkitab.

3. Guru yang Bercerita vs Guru yang Membimbing

Apabila pelajaran dipusatkan atau difokuskan pada fakta-fakta, tanpa partisipasi murid, maka guru tersebut hanya bercerita. Metode pengajaran dari guru yang mengajar dengan tidak kreatif memunyai dua ciri: metodenya dirancang untuk menyampaikan isi cerita dan aktivitas-aktivitasnya berpusat pada guru saja.

Seorang guru yang mengajar secara kreatif memunyai konsep yang berbeda tentang peranannya sebagai guru. Tanggung jawab guru ialah membangkitkan minat para murid agar mereka mencari makna pelajaran itu dan menjadi pelaku firman Allah. Guru yang kreatif menganggap aktivitas murid di kelasnya lebih penting daripada aktivitasnya sendiri. Guru yang mengajar secara kreatif bersikap sebagai seorang pembimbing yang memancing para murid untuk mencari makna dari pelajaran mereka.

Itulah yang dimaksudkan dengan mengajarkan Alkitab secara kreatif. Untuk mencapainya, para guru perlu memusatkan perhatian para murid pada arti atau makna yang terdapat di balik kebenaran Alkitab, melibatkan para murid agar ikut aktif mencari makna pelajaran itu, serta merangsang dan membimbing para murid dalam proses mencari arti atau makna dari pelajaran itu.

Diambil dan diringkas dari:
Judul buku: Mengajarkan Alkitab Secara Kreatif
Penulis: Lawrence O.Richard
Penerbit: Kalam Hidup, Bandung 1970
Halaman: 95 -- 105

Kamis, 11 Oktober 2012

MENGENAL REMAJA

Masa remaja mengalami rentang waktu sekitar 10 tahun, yang terbagi dalam tiga fase berikut ini:
  1. Remaja awal (10-13 tahun).
  2. Remaja tengah (14-17 tahun).
  3. Remaja akhir (18-21 tahun).
Dalam sebuah survei terhadap 27.000 orang yang berusia 12 -- 19 tahun dari seluruh dunia, ditemukan bahwa generasi remaja masa kini dicirikan oleh beberapa hal:
  1. Sangat berpusat pada diri sendiri dan ingin memuaskan keinginannya tanpa pikir panjang. Mereka terbiasa dengan musik keras, tato, dll.. Mereka kurang dalam hal kepemimpinan, inisiatif, motivasi, dan komitmen. Bunuh diri yang banyak terjadi pada generasi ini menjadi alasan yang diambil saat mereka mengalami situasi sulit.
  2. Mereka percaya bahwa kesuksesan tergantung pada diri mereka sendiri. Mencari kerja yang baik menjadi prioritas mereka.
  3. Dalam kehidupan yang sangat sulit, mereka merindukan keluarga sebagai tempat menghadapi kesulitan hidup.
  4. Mereka membutuhkan identifikasi pada kebutuhan pasar, seperti memakai sepatu atlet terkenal, minum Coca-Cola, dll..
  5. Remaja sekarang terbiasa berbelanja. Mereka membeli barang yang mereka inginkan, bukan yang dibutuhkan. Ironisnya, contoh ini mereka dapatkan dari orang tua dan pengaruh iklan yang luar biasa.
  6. Mereka sangat senang melakukan perjalanan dan petualangan, termasuk menjelajah lewat internet.
  7. Mereka senang mengoleksi CD, menonton televisi, "chatting", dll.. Akhirnya, kecanduan media.
  8. Di sisi lain, mereka adalah generasi yang sangat rindu untuk bisa hidup senang dan bahagia.

Menjembatani Gap :
Salah satu penyebab utama konflik orang tua dan remaja adalah adanya perbedaan antargenerasi. Perbedaan ini melibatkan kepercayaan, emosi, dan pilihan-pilihan dalam hidup. Hal-hal ini telah menghasilkan salah pengertian, ketegangan, dan konflik antaranggota keluarga. Konflik dapat muncul dari segala macam isu. Mulai masalah memutuskan hal keuangan, memilih baju, model rambut, rekreasi, hal-hal religius, musik, makanan, atau masalah moral.

Untuk mengatasi gap ini, ada tiga hal yang perlu kita lakukan.
  1. Memahami remaja. Kita belajar memberikan toleransi kepada remaja yang berbeda dengan kita, termasuk menerima dan memahami perbedaan pandangan.
  2. Menerima remaja apa adanya.
  3. Memaafkan remaja dengan cara selalu memberinya kesempatan kedua. Tidak jarang remaja menyakiti kita, namun berikanlah dia maaf dan kesempatan belajar dari kesalahannya.
A. Persamaan Remaja Dulu dan Sekarang :

1. Perubahan Fisik dan Mental

Terjadi pertumbuhan fisik yang cepat, yang dicirikan dengan penambahan berat, perubahan konfigurasi anggota-anggota tubuh (mulai serasi dan pas), mematangnya organ-organ reproduksi, dan tumbuhnya tanda-tanda seksual sekunder seperti kumis dan jenggot pada pria, dan buah dada pada wanita.

Perubahan-perubahan hormonal ini diiringi dengan bertambahnya kepekaan perasaan remaja (lebih moody), meningginya rasa tertarik pada lawan jenis, dan meningkatnya level agresi (ingin atau senang berkelahi).

Remaja putri yang matang lebih awal akan mengalami stres yang bertambah. Kalau dia terlihat gemuk, akan mengundang komentar dari teman-temannya dan mengganggu dirinya. Akibatnya, dia cenderung bergaul dengan kawan yang berusia di atasnya. Hal ini memperbesar kemungkinan ia akan merokok, minum alkohol, menggunakan obat terlarang, dan terlibat hubungan seks.

Ia juga sering menghadapi konflik dengan orang tua. Hal ini membuatnya enggan bertanya pada orang tua. Pada masa ini, teman prianya mulai tertarik padanya. Padahal, ia belum siap menghadapi tekanan-tekanan ini. Ada bukti, pada masa ini mereka cenderung mengalami gangguan psikologis yang lebih banyak dibandingkan dengan remaja putri yang matang sesuai usianya, misalnya gangguan kecemasan, depresi, dan gangguan makan (semuanya tergolong gangguan internal).

2. Kebutuhan untuk Diterima

Teman sebaya merupakan sumber harga diri terbesar bagi seorang remaja. Itulah sebabnya, mereka mudah terjebak pada teman. Misalnya, seorang anak yang alim di rumah atau rajin sekolah minggu terjebak minum dengan temannya, bahkan ke pelacuran. Karena itu, nilai iman yang ditanamkan sejak dini dapat mencegah dia terjerumus lebih dalam.

3. Berpikir Logis

Umumnya, remaja lebih mampu mengemukakan alasan untuk berargumentasi dengan orang tua karena mereka sudah bisa berpikir secara abstrak. Pertumbuhan intelektual yang cepat dan banyaknya informasi yang mereka terima, membuat anak remaja merasa diri lebih benar daripada orang tuanya.

4. Senang dengan Teman Sebaya

Remaja juga semakin dekat dengan teman sebayanya dan lebih mementingkan mereka. Mereka membangun persetujuan bersama yang sangat mereka pegang (pakaian, rambut, musik, dll.). Akibatnya, mereka lebih senang dengan orang yang menyetujui ide mereka.

5. Menguji Nilai, Nasihat, dan Iman Orang Tua

Mereka sangat bergumul dengan nilai-nilai orang tua mereka yang dianggap ortodoks. Orang tua yang bijak akan berusaha menjelaskan iman pribadinya tanpa sikap otoriter, kemudian mendorong anaknya untuk mencari dan memiliki keyakinan pribadi. Orang tua juga perlu memberikan kesempatan lewat dialog yang terus-menerus, agar iman dan sikap terhadap nilai-nilai yang benar terbentuk dalam diri anak. Tujuan orang tua bukanlah memberikan jawaban yang mudah, melainkan menguatkan anak untuk mencari jalan hidup mereka tanpa didikte. Orang tua perlu mendorong setiap anak menjadi seperti Samuel, yang sejak kecil selalu terbiasa berkata kepada Allah, "berbicaralah Tuhan, hamba-Mu siap mendengar." Orang-orang besar di dunia ini adalah orang-orang yang peka dan terbuka terhadap suara dan panggilan ilahi.

B. Perbedaan Remaja Dulu dan Sekarang :

1. Teknologi

Dulu, anak remaja hanya hidup dengan radio dan televisi (TV). Sekarang, mereka diperhadapkan dengan TV kabel, satelit, atau internet yang menciptakan dunia global yang tidak dialami remaja masa lampau. Mereka memiliki akses TV ke seluruh kebudayaan. Segala jenis kebutuhan mereka, menyangkut hiburan, musik, mode, dll., terpenuhi. CD, VCD, MP3 adalah sahabat mereka sehari-hari. Sayangnya, jika tidak ada yang menyaring nilai yang mereka serap dari media TV, internet dsb., bagaimana mereka dapat memahami mana yang etis dan yang tidak; berkenan pada Tuhan atau tidak? Teknologi yang ada membuat remaja bersentuhan dengan dunia dan dunia menyentuh kehidupan remaja. Rangsangan budaya dibukakan lebih jauh pada remaja masa kini daripada pada zaman orang tua mereka.

2. Mengenali Kekerasan

Perbedaan kedua adalah pengenalan akan kekerasan manusia. Banyak kekerasan diberitakan di media bioskop, film, TV, lagu, novel, cergam, dll.. Anak remaja menyukai film laga yang penuh dengan kekerasan. Mereka tidak menyadari dampak langsung dan tidak langsung dari media karena dampak tersebut sudah terlalu biasa bagi mereka. Tidak jarang, mereka justru melihat langsung perkelahian antarsekolah/remaja. Jadi, tidaklah mengherankan jika semakin banyak anak remaja yang terlibat dalam tindak kekerasan dan pembunuhan.

3. Keluarga yang Retak

Sebanyak 4 dari 10 remaja Amerika (39 persen) hidup atau tinggal hanya dengan 1 orang tua saja. Dan, 8 dari 10 kasus ini, yang absen adalah ayah. Kaum sosiologis berkata, "Belum pernah keluarga begitu berubah. Semakin banyak wanita karier, orang tua tunggal, kawin cerai, pasangan tanpa anak, 'kumpul kebo', dan 'pasangan homo' yang mengangkat anak."

Keluarga masa kini sudah jarang hidup dalam keluarga batih ("extended family"), tetapi hanya pada keluarga inti. Di samping itu, keluarga makin jauh dengan tetangganya. Dulu, remaja kita bisa mengandalkan tetangga, gereja, atau keluarga batihnya. Namun sekarang, itu tidak bisa dilakukan lagi.

4. Pengertian dan Informasi Tentang Seks

Remaja masa kini tumbuh dalam sebuah dunia tanpa aturan seks. Bioskop, media cetak, TV, dan musik cenderung mengidentikkan seks dengan cinta. Media melukiskan seks sebagai bagian terpenting dari pacaran yang baik. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan jika semakin banyak remaja yang sangat aktif dalam melakukan hubungan seks. Remaja yang tidak aktif dalam melakukan aktivitas seksual malah menjadi bingung dan bertanya-tanya, "Apakah aku normal, ada apa dengan diriku?", "Apakah aku ada kekurangan yang penting?" Di pihak lain, dalam diri mereka yang aktif melakukan seks di luar pernikahan timbul perasaan bersalah.

5. Nilai-Nilai Moral dan Agama

Pada masa ini, kehidupan moral dan agama sudah bukan lagi hal penting. Remaja semakin sulit mendefinisikan moral dan agama. Dulu, remaja mudah membedakan mana bermoral dan yang tidak. Sekarang, batasannya sangat tipis. Bermoral atau tidak bukan lagi didasarkan pada Alkitab, melainkan pada pendapat orang lain. Remaja tumbuh pada nilai-nilai moral dan nilai kesucian. Mereka menganggap baik kalau kebanyakan temannya juga mengatakan bahwa itu baik. Jadi, nilai moral dan nilai baik sangat relatif.

C. Orang Tua Harapan Remaja

Dalam situasi remaja yang krisis ini, mereka sangat membutuhkan pendampingan orang tua. Salah satu survei menunjukkan banyak remaja melaporkan bahwa orang tua mereka punya pengaruh besar dalam hidup mereka dibandingkan teman, khususnya dalam hal mencari sekolah, mengikuti ibadah, mengerjakan pekerjaan rumah, soal makan dan kesehatan, serta dalam merencanakan karier. Sedangkan teman-teman mereka lebih berpengaruh dalam bidang yang bersifat segera/sekarang, seperti model baju, model rambut, soal membolos, dan memilih pacar.

Yang terpenting adalah jangan lupa bahwa kita pernah remaja. Kita harus menyadari bahwa menjadi remaja merupakan bagian pertumbuhan kita yang paling sulit. Sebagai orang tua, kita perlu menolong remaja untuk memiliki tujuan. Apa pun yang mereka lakukan, pikirkan tujuannya. Jika sejak praremaja anak dibiasakan berpikir berdasarkan tujuan, orientasi kegiatan mereka selalu pada tujuan. Dalam hidup, kita akan dihadapkan pada sangat banyak pilihan dan pengambilan keputusan. Kalau kita membiasakan diri memiliki tujuan, kita terlatih berpikir kritis dan tidak impulsif.

Selain memikirkan tujuan dari segala sesuatu, remaja juga perlu mengerti masalah spiritual. Tugas orang tualah mengenalkan Tuhan kepada remajanya dan menolong mereka menerima pengampunan Kristus. Iman yang bertumbuh akan membuat remaja kita memikirkan, "Apa kata Tuhan kalau aku melakukan ini." Inilah yang menjadi arah dalam pembangunan karakter dan pagar dalam pergaulan mereka nantinya.

Berkomunikasi dengan remaja tentu berbeda dengan ketika mereka masih lebih kecil. Jika sebelumnya orang tua harus menunjukkan otoritas mereka, sekarang saatnya orang tua bertindak sebagai teman. Pengambilan keputusan tidak lagi dengan kata "pokoknya", tetapi dengan diskusi dan negosiasi. Kita wajib menghargai perasaan dan keputusan mereka.

Sebagai orang tua atau pembina remaja, ada beberapa sifat yang kita perlu bangun dalam diri kita.
  1. Toleransi terhadap paradoks dalam diri remaja. Anak remaja suka berjanji, namun tidak dapat menepatinya. Kita perlu belajar menerima mereka apa adanya.
  2. Memunyai rasa humor yang dapat menjadi sarana komunikasi yang sangat efektif dengan remaja. Anak remaja suka mengobrol dan bercanda.
  3. Bersikap fleksibel. Kita bisa menyesuaikan diri dengan remaja. Perubahan pada mereka sering begitu cepat. Kalau nasihat kita tidak diterima, jangan cepat kecewa.
Berikut ini adalah hal-hal yang disukai remaja jika itu terdapat dalam diri orang dewasa.
  1. Tidak bertengkar di depan remaja.
  2. Berlaku adil terhadap semua anak.
  3. Bersikap jujur.
  4. Toleran terhadap orang lain.
  5. Menyambut teman-teman mereka dengan hangat.
  6. Membangun tim kerja yang baik dengan anak-anak.
  7. Menjawab pertanyaan mereka.
  8. Memberikan hukuman saat dibutuhkan, tetapi tidak di depan orang lain.
  9. Berkonsentrasi pada hal-hal yang baik daripada pada kelemahan.
  10. Memiliki sikap konsisten.

Kamis, 27 September 2012

Ketika Harus Mengatakan Selamat Tinggal?

Setelah bertahun-tahun menjalani masa pacaran, Anda tidak merasakan adanya tanda-tanda ke arah hubungan lebih serius dengan pasangan. Namun, sejauh ini Anda tidak tahu langkah terbaik untuk menyudahi hubungan. cara ini bisa jadi alternatif untuk menangani persoalan Anda. Yaitu, cara mengetahui saatnya mengatakan ‘selamat tinggal’ kepada hubungan yang tidak jelas.

1. Perbedaan prinsip terlalu besar
Bila masalahnya hanya beda pilihan film atau makanan favorit, ini tidak terlalu penting. Tetapi bagaimana bila Anda dan pasangan tidak sepakat pada hal-hal paling mendasar?

2. Percikan cinta memudar

Bila rasa cinta pada pasangan tampaknya dipaksakan (atau Anda sudah mulai melirik pria lain), maka hubungan Anda berada di ujung jurang. Jika insting memberitahukan Anda tidak bisa menyayanginya sepenuh hati, pikirkanlah untuk segera mengakhiri hubungan.

3. Terlalu sering bertengkar
Komunikasi merupakan faktor sangat penting dalam sebuah hubungan. Bila hal ini tidak berjalan baik dan dia cenderung tidak mau memahami Anda, bisa jadi Anda dan dia akan selalu bertengkar. “Ketika Anda sering melawan.

Aturan Untuk Kencan Remaja

Masa remaja penuh dengan pengalaman pertama, termasuk kencan pertama. Setiap orangtua pasti akan merasa takut dan khawatir ketika si kecil sudah memasuki usia remaja. Perhatian ekstra pun perlu diberikan. Untuk itu, penting bagi orangtua meletakkan aturan-aturan dasar berkencan untuk buah hati kita.

Berikut lima aturan kencan bagi anak remaja yang bagus jika Anda terapkan :
Aturan 1: Kenali siapa pasangannya
Setiap remaja yang mulai berpacaran, wajib mengenalkannya pada orangtua. Anak remaja Anda mungkin akan mengeluh dan merasa tidak nyaman. Tapi ini penting, untuk melakukan sedikit diskusi terkait aturan jam malam berkencan untuk anak remaja Anda dan pasangannya.

Aturan 2: Pastikan tidak ada penggunaan obat atau alkohol
Larang mereka menggunakan obat-obatan terlarang atau alkohol saat kencan di luar dan di dalam rumah. Meskipun hal ini tampak seperti sebuah aturan yang kaku, tapi sangat penting untuk diingatkan. Pastikan untuk mendiskusikan apa yang harus remaja Anda lakukan jika dia menemukan dirinya dalam situasi dimana orang lain mengajaknya mengonsumsi alkohol dan obat-obat terlarang. Dia perlu tahu bagaimana menjaga dirinya dalam situasi yang tidak aman. Pastikan anak Anda tahu bahwa Anda bersedia menjemputnya tanpa memandang waktu dan keadaan.

Aturan 3: Take it slow
Ketika remaja Anda menemukan seseorang yang benar-benar istimewa, coba beritahu padanya jangan terlalu agresif. Berikan nasehat padanya, jika berhubungan lewat telepon maupun SMS agar bisa dibatasi. Sebab remaja yang tengah kasmaran terkadang penuh emosi. Pastikan mereka tidak pergi hanya dengan pasangannya, usahakan ada orang lain atau teman yang ikut serta dengannya.

Aturan 4: Ajarkan untuk menyusun rencana
Remaja Anda harus memiliki rencana untuk kencan. Tidak memiliki rencana dapat mengakibatkan peluang untuk pengambilan keputusan yang buruk.

Aturan 5: Buat aturan batas waktu kencan malam
Mintalah remaja Anda untuk memberikan ide batasan jam malam yang harus dipatuhi. Hal ini dapat membantunya untuk menghormati aturan yang disepakati bersama. Ini bisa mengajarkan remaja Anda untuk lebih dewasa dan mandiri.

Jika Orang Tua Tidak Merestui?

Mempunyai pacar yang Anda sayangi tentu saja sangat menyenangkan. Kehadirannya bisa membuat hidup ini lebih berwarna dan bersemangat. Tapi, bagaimana bila kisah cinta tidak berjalan mulus karena orangtua tidak setuju dengan pasangan Anda. Kebanyakan orangtua selalu merasa tahu yang terbaik, ini tidak dapat dipungkiri karena mereka memang lebih banyak pengalaman hidup. Sebelum membuat putusan, sebaiknya mari mengevaluasi situasi hubungan Anda,

Tanyakan orangtua Anda.

Tentu saja, orangtua punya alasan bila mereka memiliki kesan negatif terhadap seseorang. Tanyakan dengan sopan pada orangtua, mengapa mereka tidak menyukai pasangan Anda. Keluhan mereka mungkin berkisar antara fisik, misalnya pacar Anda jauh lebih tua dari usia Anda.

Mengevaluasi masalah.
Kumpulkan semua informasi yang dapat tentang si dia. Lalu, evaluasilah. Tanyakan pada diri Anda, apakah akan tetap melanjutkan hubungan berdasarkan apa yang orang lain pikirkan tentang pacar Anda atau tidak.Jika pacar Anda dianggap terlalu pemalu, mungkin dia membutuhkan lebih banyak waktu untuk mengenal orang-orang di sekitar Anda.

Tanyakan pada teman-teman Anda.

Berbicaralah dengan teman-teman dekat Anda dan meminta pendapat mereka tentang pacar Anda. Bila ada sesuatu yang kurang sreg, Tentunya mereka memiliki pendapat juga dan bila mirip dengan sikap orangtua Anda, maka memang ada masalah dengan pasangan Anda.

Mengevaluasi sikapnya terhadap Anda.
Apakah pacar Anda memperlakukan Anda dengan hormat atau dia menganggap Anda sebagai “pelacurnya”? Apakah dia pernah merugikan Anda baik secara fisik maupun emosional? Jika jawabannya tidak berada pada sisi positif,

Evaluasi hubungan Anda.

Anda harus memastikan mengapa menyukainya atau mempertahankannya. Apakah ini karena cinta pertama? Apakah Anda dipaksa oleh rekan-rekan untuk mempunyai pacar? Apakah Anda merasa bahwa Anda harus punya pacar untuk menjadi orang yang ‘normal’? Anda dapat menggunakan “alasan” untuk mengevaluasi apakah akan melanjutkan hubungan atau tidak.

Antara Cinta dan Sekolah


Memasuki masa pubertas, remaja mulai mengenal hal baru karena pengaruh perkembangan hormon, yaitu rasa ketertarikan pada lawan jenis. Secara fisik, tubuh mulai mengalami perubahan, baik perempuan maupun laki-laki semakin peduli dengan penampilan mereka. Satu permasalahan yang selalu menguras energi mulai muncul, yakni tentang cinta dan sekolah.
Cinta mampu membawa dampak yang baik dan buruk bagi anak sekolah. Agar tidak terjebak dampak negatif cinta, berikut tips yang perlu dilakukan:

1. Pilihlah Pacar Yang Memberikan Motivasi
Si Andre memang ganteng, jelas kalah dengan Beni teman akrab kamu. Ketika keduanya menyatakan cinta, siapa yang kamu pilih? Pasti jawabannya Andre. Tampang bukanlah ukuran utama mencari pacar, apalagi kalau kelebihan yang doi miliki cuma tampang. Lebih baik pilih Beni, karena doi selalu memberi motivasi dan semangat ke kamu. Kalau bukan Beni, mungkin kamu tidak pernah yakin bila tulisan kamu pantas dipublikasikan atau wajah kamu cukup cantik untuk jadi gadis sampul. Pilih seorang motivator untuk kamu cintai!

2. Jatuh Cintalah Pada Anak Sekolah Yang Pintar
Ingin pintar? Dekati cowok atau cewek menarik dan pintar. Walaupun sedikit terdengar aji mumpung, tetapi jatuh cinta dengan cowo atau cewe pintar membuat kamu tertantang untuk maju.

3. Lakukan Aktivitas Positif Bersama
Berpacaran tidak melulu harus berdua-duaan. Lakukan kegiatan ekstrakulikuler atau intrakulikuler bersama-sama. Tantang pasangan dalam meraih prestasi.

4. Jangan Terjebak Cinta “buta”
Remaja terkadang “buta” ketika berbicara tentang cinta. Seperti apapun pacar kamu, kamu akan menilai doi 100% baik, kamu seolah menafikan semua tabiat buruk dari doi, padahal pandangan terbuka dan akal sehat tetap penting dalam urusan cinta.

5. Ingat, Masa Depan Kamu Masih Panjang!
Pergaulan remaja penuh dengan godaan. Apalagi pasangan remaja yang baru mengenal cinta. Banyak remaja yang mengenyampingkan sekolah demi cinta atau menganggap remeh masa depan, padahal kamu belum akan menikah saat ini bukan? Karena itu, tetap waspada dan nikmati masa muda kamu dengan langkah yang benar.

Senin, 17 September 2012

Kehidupan Emosional dan Seksual

Pendidikan untuk kehidupan emosional dan seksual berarti menolong seseorang untuk memiliki kepekaan terhadap orang lain, mau mendengarkan, mengasihi, memiliki hasrat dan kelembutan, serta mau bertanggung jawab. Pendidikan seks yang sejati membangkitkan hati dan menolong seseorang mencapai keefektifan yang matang.

Pengalaman membangkitan hati memerlukan suatu tingkat pengenalan dengan figur orang tua yang berjenis kelamin sama dengan si anak (ayah dengan anak laki-laki dan ibu dengan anak perempuan).

Anak laki-laki akan mencontoh hubungan ayah dengan ibunya. Cara sang ayah bersikap terhadap wanita, terutama istrinya, akan memberikan pendidikan seksualitas yang sangat kuat bagi putranya. Sampai batasan tertentu, hal serupa juga berlaku di keluarga yang anggota keluarganya mengalami cacat mental. Mereka akan bertindak seperti seorang asisten atau staf yang mereka sukai atau kagumi.

Melalui hubungan-hubungan semacam inilah, dan juga melalui pengenalan dengan orang dewasa, seseorang sedikit demi sedikit menemukan identitas mereka sendiri. Pendidikan seks yang sesungguhnya terjadi di dalam suatu lingkungan masyarakat, keluarga, dan dalam hubungan antara pria dan wanita, yang di dalamnya gerakan-gerakan tubuh dan sentuhan mengekspresikan sukacita dan kelembutan. Pendidikan seks tidak terjadi melalui gambar-gambar yang tidak dikenal, yang memberikan informasi yang kurang menggambarkan kebenaran. Tentu saja, sangat penting untuk mengetahui anatomi tubuh, masa subur, hubungan antara tindakan seksual dan terbentuknya bayi. Namun, tidak baik untuk menunjukkan tindakan seksual dengan menggunakan gambar atau slide, yang celakanya dilakukan juga oleh beberapa orang, karena gambar-gambar ini berisiko membangkitkan seksualitas yang terputus dari suatu hubungan.

Dalam dunia nyata, peran seorang pendidik adalah menolong remaja memahami dan menghargai fungsi-fungsi tubuh dan menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Ketika seseorang berpikir bahwa tubuhnya jelek, ini merupakan persoalan yang serius. Memberi konseling bagi pasangan tentu saja membutuhkan lebih banyak informasi yang tepat tentang bagaimana seorang pria dan wanita menjalani seksualitas mereka bersama-sama. Namun, penekanannya harus pada pentingnya mendengarkan dan menghormati perbedaan dalam diri pasangan. Pendidikan seks bukan sepenuhnya merupakan petunjuk praktis tentang apa yang harus dilakukan seseorang dan bagaimana melakukannya, sebagai dasar hubungan seksual yang harmonis, melainkan lebih sebagai suatu cara untuk menolong seseorang supaya merasa nyaman dengan seksualitas mereka sendiri. Hal ini mengimplikasikan sebuah pertumbuhan dalam kapasitas untuk melihat orang lain sebagai seseorang yang memiliki kebutuhan. Hal ini juga mencakup menolong orang untuk menghadapi tantangan dan kesulitan dalam hubungan. Bahkan, ini merupakan masa belajar untuk (mengenal) cinta sejati.

Di l'Arche, saya memerhatikan bahwa sering kali orang yang paling membutuhkan pendidikan seks adalah para asisten. Mereka telah terpengaruh oleh media massa yang menyepelekan seksualitas dan tidak dapat memahami pentingnya seksualitas yang sebenarnya. Mereka tidak tega dengan jeritan kasih sayang dari orang-orang yang mengalami cacat mental; mereka tidak tahu bagaimana cara merespons/menanggapi perwujudan kelembutan atau, setidaknya, perwujudan seksualitas genital. Karena mereka sendiri tidak jelas akan hal ini, maka mereka tidak yakin apakah harus menyalahkan atau mengabaikan apa yang mereka lihat.

Zaman sekarang, kita membutuhkan lebih dari sekadar kesehatan moral di area hubungan seksual. Kita juga memerlukan pemahaman yang dalam tentang antropologi, yang merupakan fondasi etika manusia dan kekristenan. Penting bagi kita untuk menolong orang lain memahami, betapa hubungan seksual tanpa komitmen yang benar akan merusak hati manusia dan bahwa seksualitas harus diorientasikan, diperbaiki, dan disatukan oleh cinta, yang keberadaannya membuat seksualitas menjadi manusiawi. Penting bagi kita untuk mempelajari bahwa seksualitas semacam ini, yang matang melalui pertumbuhan biologis dan fisik, berkembang secara harmonis dan yang disadari kematangannya dari pencapaian kematangan emosi, yang diwujudkan dalam cinta yang tidak egois dan mau berkorban.

Bentuk pendidikan seks ini sama pentingnya bagi pria dan wanita yang mengalami cacat mental ringan. Bagi mereka, pengaruh film dan majalah kadang-kadang dapat menghancurkan. Media massa menstimulasi insting seksual mereka, membangkitkan khayalan-khayalan yang salah tentang "cinta". Hal ini lebih sulit bagi mereka karena hati mereka lebih rapuh daripada orang lain; juga lebih mudah menderita dan terpengaruh. Mereka harus mampu berbicara dengan seseorang mengenai pertanyaan-pertanyaan ini dan memahami apa yang harus dipertaruhkan dalam cinta sejati. Setelah itu, barulah mereka dapat membuat keputusan yang nyata.

Di area konseling dan pendidikan ini, harus ada mediator yang memiliki kepekaan dan kebaikan yang besar untuk menghadapi berbagai penderitaan, kebingungan, dan rasa sakit. Larangan yang terlalu kaku, yang dikombinasikan dengan hukuman, dapat mengakibatkan rasa bersalah dan rasa takut yang lebih besar. Hal ini mungkin dapat memperburuk pencegahan atau semakin mendorong pencarian seks secara sembunyi-sembunyi dan mendorong seseorang untuk beralih ke dalam mimpi-mimpi erotisme. Seorang mediator juga harus mengetahui batasan-batasan perannya. Kita tidak harus mengetahui segala sesuatu. Kita harus menghormati ruang pribadi dan rahasia batin seseorang. Intervensi sebaiknya dilakukan saat Anda yakin bahwa orang lain dalam bahaya. Peraturan ini selalu sama: ciptakan hubungan yang penuh kepercayaan, yang memungkinkan adanya dialog dan yang dapat menghilangkan rasa takut sedikit demi sedikit. Memang benar bahwa terkadang butuh waktu yang panjang untuk membuat hubungan ini tercapai. Hubungan ini menuntut seseorang untuk siap berkomitmen selama periode waktu tertentu dan bersedia menerima tuntutan yang dinyatakan dalam komitmen semacam ini.

Pengamalan otoritas dan larangan dalam dunia seksualitas benar-benar sulit. Bahkan, setiap pendidik atau mediator memiliki luka, kesulitan, kesengsaraan, dan pergumulan mereka sendiri-sendiri. Seorang mediator yang harus berjuang melawan kecenderungan homoseksual mungkin akan lebih keras, kurang simpatik, dan kurang memahami kecenderungan homoseksual orang lain. Kita mungkin sangat sulit untuk bersikap objektif dalam area seksualitas -- satu area yang dengan mudah dapat menonjolkan semua kebutuhan dan penderitaan seseorang. Orang-orang yang menginginkan seksualitas yang "bebas" bagi mereka sendiri mungkin mendorong orang lain kepada "kebebasan" yang sama, bukan karena hal itu dapat menolong mereka bertumbuh, melainkan untuk membenarkan dan membuktikan bahwa perilaku mereka benar. Tanpa kejelasan mengenai seksualitas dalam diri seseorang itu sendiri, tidak mungkin dia mendapatkan kejelasan dan kebenaran tentang seksualitas orang lain. Rasa takut terhadap seksualitas diri sendiri akan menyebabkan rasa takut pada seksualitas orang lain, oleh karena itu mengakibatkan kekerasan hati. Tanpa kebebasan untuk memaparkan seksualitas diri sendiri, maka bisa dipastikan akan ada kesalahpahaman terhadap seksualitas orang lain. Orang-orang yang tidak percaya pada kemungkinan pertumbuhan mereka sendiri di area ini, tidak akan percaya diri dengan pertumbuhan orang lain, malahan akan jatuh ke dalam visi yang legal dan statis. Orang-orang yang tidak mengetahui kelemahannya sendiri, tidak akan mampu mengembangkan kesabaran yang dibutuhkan untuk menolong orang lain untuk berkembang dan mengintegrasikan seksualitas mereka dalam hubungan mereka

Pendidikan Seks dalam Keluarga


Pendidikan pertama yang diterima seseorang diperoleh dari orang tuanya. Untuk mengajarkan kemampuan berbahasa, berhitung, mengenal benda-benda, dsb. tidak menjadi masalah bagi kebanyakan orang tua. Akan tetapi, saat harus memberikan pendidikan seks, orang tua biasanya mengalami kebingungan dan kesulitan. Tidak jarang orang tua memilih untuk tidak memberikan pendidikan seks kepada anak karena menganggap hal itu sebagai sesuatu yang tabu. Akibatnya, anak-anak mencari cara untuk mendapatkan pengetahuan tentang seks dari teman sebaya ataupun orang lain. Ini merupakan cara yang tidak tepat.

Seks sebetulnya merupakan hal yang paling banyak memenuhi pikiran anak-anak remaja. Namun, mereka justru enggan membicarakannya. Pendidikan seks bukanlah pendidikan formal. Sebaiknya, kita mengajarkan pendidikan seks secara berkelanjutan, bertahap, dan informal kepada anak-anak kita. Seks di sini bukan saja yang berkaitan dengan moralitas, meskipun itu merupakan bagian penting yang harus kita bicarakan pada anak kita. Orang tua perlu membicarakan aspek fisik dari seks, sehingga anak-anak memunyai gambaran yang jelas tentang apa yang dimaksud dengan seks dan kapan seks boleh dinikmati, serta siapa yang boleh menikmatinya. Bagi remaja, hal seksual bukan saja menjadi hal yang bersifat kognitif -- bersifat rasional yang harus dia ketahui -- melainkan merupakan hal yang benar-benar mulai memengaruhi kehidupan mereka secara menyeluruh. Dan, keinginan-keinginan untuk dekat dengan seseorang secara fisik itu mulai ada pada anak-anak remaja. Jadi, sebagai orang tua kita harus secara proaktif mengambil inisiatif.

Mengapa kita perlu mengajarkan seks secara keseluruhan di rumah/keluarga? Sebab seks bukan saja perkara fisik atau anatomis, melainkan juga berkaitan dengan emosi dan kerohanian. Seks merupakan salah satu tindakan fisik yang disoroti Tuhan dan diatur oleh Tuhan secara langsung, maksudnya diikat oleh kaidah rohani.

Akan tetapi, dunia cenderung mengajarkan seks sebatas masalah fisik dan pemuasan kebutuhan fisik. Seandainya dikaitkan dengan yang lebih bersifat rohani, dunia cenderung memberikan gambaran bahwa seks adalah untuk orang yang saling menyukai dan saling mencintai. Dengan kata lain, semakin hari seks semakin dilepaskan dari beberapa cengkeraman yang seharusnya mengatur dan melindunginya. Bahkan, seks semakin terlepas dari lembaga pernikahan dan lembaga komitmen.

Peran terbesar orang tua adalah menekankan bahwa seks bukanlah semata-mata masalah kebutuhan fisik atau masalah saling mencintai. Jauh lebih agung dan lebih berat dari itu, seks merupakan masalah komitmen, yaitu masalah institusi pernikahan yang diakui masyarakat dan yang paling penting adalah diatur oleh Tuhan. Jika seks dilaksanakan tidak sesuai dengan kehendak Tuhan, hal itu menjadi dosa.

Jika orang tua tidak mengajarkan pendidikan seks kepada anak, mereka akan berusaha mendapatkan informasi tersebut dari teman-teman, buku-buku, dan film-film. Kemungkinan besar, mereka tidak mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai seks dan kemungkinan hanya ditekankan pada seks sebagai sesuatu yang nikmat, tanpa ada lagi bobot moral, bobot pernikahan, dan komitmen di dalamnya.

Jumat, 07 September 2012

Etika Pergaulan Kristen

Pengertian Etika :
Kata Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos ” artinya kebiasaan, adat. Kata ethos lebih berarti kesusilaan, perasaan batin, atau kecendrungan hati dengan mana seseorang melakukan perbuatan.
Dalam bahasa Latin istilah ethos dan ethikos itu disebutkan dengan kata mos dan moralitas. Oleh sebab itu kata “etika”sering dikaitkan dengan kata “moral ”.
Dalam bahasa Indonesia kata etika berarti kesusilaan, berasal dari kata sila (bahasa Sansekerta) artinya :
·         Norma (kaidah), peraturan hidup, perintah.
·         Keadaan batin terhadap peraturan hidup (sikap, siasat batin, perilaku, sopan santun)

Kesusilaan ini mau menerangkan dan menunjukkan bahwa arti kata “su ” itu baik, bagus. Jadi kesusilaan itu berkaitan dengan yang baik, bagus. Secara teologis etika bergerak pada lapangan kesusilaan, artinya kesusilaan bertalian dengan norma-norma yang seharusnya berlaku, dengan ketaatan batiniah pada norma-norma itu.
Etika termasuk golongan ilmu normatif. Ia menunjukan masalah tentang apa yang baik.
Dari pengamatan sekilas terhadap hidup, kita mengenal bahwa tidak ada hal yang pasti dalam hidup ini, kecuali senantiasa berubah. Perubahan itu ada yang terlihat jelas, ada juga yang sulit diamati.

Perubahan-perubahan itu ditimbulkan oleh berbagai faktor antara lain :
a.     Faktor Internal
  • Perasaan ingin tahu untuk coba-coba
  • Emosi yang masih labil
  • Pikiran yang terlalu idealistik
  • Rasa solidaritas dan spontanitas yang tinggi
b.     Faktor Eksternal
  • Lingkungan yang kadang-kadang tidak bersahabat
  • Berpacaran dengan tidak mengetahui batasannya sehingga terjadilah sex bebas
  • Bergonta-ganti pacar supaya tidak jomblo (ket : single)
  • Nge-dugem (ket: bergelimang dunia gemerlap di café – diskotik);
  • nge-boat (ket: baca nge-bo-át , meminum obat terlarang);
  • nge-drop-in (ket: mampir ke tempat tertentu untuk tujuan tidak baik ?)
  • dan nge-seks (ket: melakukan hubungan seks bebas) dianggap biasa-biasa saja
  • Tampil beda dengan pakaian yang serba ketat sehingga membuat lawan jenis terangsang
  • Nge-bokep (ket: baca nge-bo-kèp, nonton blue-film) sehingga merangsang untuk melakukan apa yang ditonton.
Hal-hal tersebut seringkali dianggap sebagai kemajuan jaman karena tidak mau dicap sebagai “anak mami”. Dalam pergaulan seharusnya kita mempunyai batasan-batasan etika pergaulan yang benar sebagai pemuda/i Kristen.

Batasan-batasan yang harus diketahui ialah :
Apa arti cinta, sex, pacaran (LOVE, SEX and DATING = LSD)

1.     Apa CINTA itu ?
Kata Cinta dalam bahasa Inggris Charity, kata Latin Caritas (diambil dari kata Carus yang berarti Yang disenangi, yang bernilai) adalah padanan kata Yunani “agape” Kasih Allah kepada manusia. (1 Korintus 13). Kasih “Agape ” tidak pernah dipakai dalam bentuk kata benda, tetapi kata kerja “agapao ” berarti menyambut dengan sayang seorang anak atau teman. Kasih “agapao ”dihubungkan dengan pilihan dan selalu bersifat positif
Agape menghendaki, merencanakan dan melakukan segala sesuatu bagi orang yang dikasihi demi / untuk kebahagiaan, kesuksesan orang yang kita kasihi. Motivasi perbuatan agape adalah untuk kebaikan, kebahagiaan orang lain (baca 1 Yohanes 4 : 7 – 21; 1 Korintus 13 : 1 – 7; Yohanes 14 : 15, 21, 23; Matius 5 : 43; Markus 12 : 30, 31)

a.      PHILIA
Philia (bahasaYunani) berbicara tentang rasa persahabatan. Philia dalam perjanjian baru (PB) adalah kasih persaudaraan.
Sifat – sifat Philia :
Philia mempunyai unsur perasaan, emosi kehangatan dan mengandung kesetiakawanan.
Philia ada karena hubungan. Philia mungkin ada diantara saudara, teman, guru – murid, suami – istri, majikan – pegawai.
Philia tidak begitu stabil. Hal ini terlihat daalm hubungan antara teman, kadang hari ini sayang, besok benci (Roma 12 : 19; Ibrani 13 : 1, 1 Petrus 3 : 8 – 9; 1 Tesalonika 4 : 9).

b.      EROS
Kata Cinta dalam Inggris Love berarti cinta, asmara (to fall in love = jatuh cinta; to make love = bercinta- cintaan, merayu, mencumbu ; dalam bahasa Yunani disebut “Stergo” kasih yang mengandung arti kemesraan (Roma 12 : 10)
Eros selalu menggunakan kata – kata romantis yang membuat bulu kuduk merinding bukan karena takut tapi cinta.
Eros – adalah sesuatu yang wajar pada manusia. ini merupakan pemberian Allah pada manusia dan tidak bersifat negatif / jelek. Eros adalah positif. Karena itu eros harus digunakan secara bertanggung-jawab yaitu dalam pernikahan (sesuai maksud Allah yang mulia). Jika kita menggunakan Eros diluar pernikahan berarti perusakkan terhadap pemberian / maksud Allah.
Sebelum seseorang mengikat janji maka bacalah terlebih dahulu Kidung Agung 8 : 6.

2.     Apa yang dimaksud dengan pacaran itu ?
Kata pacar dalam bahasa Inggris – “Dating ” yang berarti perkenalan, berkencan. Pacar = bunga; Berpacaran = menjadi pemelihara bunga. Sebagai pemelihara kita harus : merawat, menjaga, menanti dengan sabar bunga itu mengembang
a.    Tahap-tahap berpacaran :
·         Saling melihat / berkenalan
·         Saling tertarik
·         Saling pendekatan

b.    Pedoman berpacaran :
·         Tempat yang tepat
·         Waktu yang tepat
·         Penguasaan diri yang tepat
·         Pengertian yang tepat tentang pacaran
·         Menghindari diri dari pacaran yang tidak tepat, Ingatlah selalu: Cinta EROS kita terima dari Allah bukan dari kekasih itu
·         Berpacaran dengan orang yang tepat
·         Apakah dia orang yang takut akan Tuhan
·         Apakah dia orang yang mengasihiTuhan dan Firman- Nya

3.     Apa yang dimaksud dengan seks itu ?
Seksualitas merupakan hal yang sulit untuk didefinisikan karena menyangkut banyak aspek kehidupan dan diekspresikan dalam bentuk perilaku yang beraneka ragam. sedangkan kesehatan seksual telah didefinisikan oleh WHO (1975) sebagai “pengintegrasian aspek emosional, intelektual, dengan cara yang positif, memperkaya dan meningkatkan kepribadian, komunikasi, dan cinta”. Apakah seks dan seksualitas merupakan sesuatu yang sama ? Ternyata kebanyakan orang memahami sekualitas sebatas istilah seks, padahal antara seks dengan seksualitas merupakan hal yang berbeda. kata seks sering digunakan dalam dua hal, yaitu:
  1. Aktivitas seksual genital
  2. Label gender (jenis kelamin).
Seksualitas memiliki arti yang lebih luas karena meliputi bagaimana seseorang merasa tentang diri mereka dan bagaimana mereka mengkomuniksikan perasaan tersebut terhadap orang lain melalui tindakan yang dilakukannya seperti, sentuhan, ciuman, pelukan, senggama, atau melalui perilaku yang lebih halus seperti isyarat gerak tubuh, etika berpakaian.
Banyaknya variasi seksualitas dan perilaku seksual membutuhkan perspektif yang holistik (menyeluruh). Bagaimanapun seksualitas dan kesehatan seksual memiliki banyak dimensi antara lain:
  • Dimensi sosiokultural
  • Agama dan etika
  • Psikologis
  • Biologis.
a.     Dimensi Sosiokultural
Merupakan dimensi yang melihat bagaimana seksualitas muncul dalam relasi antar manusia, bagaimana seseorang menyesuaikan diri dengan tuntutan peran dari lingkungan sosial, serta bagaimana sosialisasi peran dan fungsi seksualitas dalam kehidupan manusia. Misalnya bagi bangsa Timur, khususnya Indonesia, melakukan hubungan intim (senggama) di luar nikah merupakan sebuah aib.

b.     Dimensi Agama dan Etika
Seksualitas berkaitan dengan standar pelaksanaan agama dan etika. Jika keputusan seksual yang ia buat melawati batas kode etik individu maka akan menimbulkan konflik internal, seperti perasaan bersalah, berdosa dan lain-lain. Sikap mengenai seksualitas memiliki rentang mulai dari pandangan tradisional (hubungan seks hanya boleh dalam perkawinan) sampai dengan sikap yang memperbolehkan sesuai dengan keyakinan individu tentang perbuatannya.

Misalnya:
Seseorang meyakini kalau hubungan seks diluar nikah itu tidak diperbolehkan menurut agama atau etika, tapi karena kurang bisa mengendalikan diri, ia tetap melakukan juga. Michael et al (1994) membagi sikap dan keyakinan individu tentang seksualitas menjadi 3 kategori:

1) Tradisional :
Keyakinan keagamaan selalu dijadikan pedoman bagi perilaku seksual mereka. Dengan demikian homo seksual, aborsi, dan hubungan seks pranikah dan di luar nikah selalu dianggap sebagai sesuatu yang salah.

2) Relasional :
Berkeyakinan bahwa seks harus menjadi bagian dari hubungan saling mencintai, tetapi tidak harus dalam ikatan pernikahan.

3) Rekreasional :
Menyatakan bahwa kebutuhan seks tidak ada kaitannya dengan cinta.
Seks itu pada dasarnya sama dengan makan, minum, tidur dan berolah-raga. Seks itu indah dan baik sebagai, anugerah Allah (Kejadian 1 : 31). Hubungan Seks itu harus dilakukan dalam konteks perjanjian antara Allah dan manusia yang bermuara pada perkawinan. (bandingkan Efesus 5 : 22-33).

Jika kita melakukannya di luar konteks perjanjian (covenant) Allah dan berarti merusak anugerah Allah.
Setiap orang selalu membutuhkan teman / sahabat atau dalam pergaulannya. Pergaulan merupakan suatu hubungan yang meliputi tingkah laku seseorang. Pergaulan merupakan suatu hubungan antar pribadi yang tidak dapat dihindari. Seringkali dalam pergaulan kita menemui kesulitan yang menimbulkan persoalan pribadi, sehingga dapat menggoncangkan jiwa dan menghambat / merugikan perkembangan pribadi yang bersangkutan.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pergaulan :
  • Pengenalan individu
  • Pengertian terhadap individu
  • Setiap individu mempunyai kekurangan dan kelebihannya
  • Keterbukaan diri
  • Menghormati hak –hak individu
  • Setia
  • Jujur
Ciri-ciri pergaulan yang baik:
  • Tidak mementingkan diri sendiri tanpa syarat di dalamnya
  • Bersifat teguh
  • Bersedia berkorban
  • Bersifat berguna / berfaedah
Melalui pergaulan kita memiliki sahabat. Persahabatan harus membuat hidup saudara lebih maju dan bergairah dalam menjalani hidup ini. Sebagai orang percaya yang masih terus melanjutkan perjalanan ini menatap masa depan yang gilang gemilang, kita dituntut untuk taat dan setia dengan :
  • Sikap selektif (tahu memilih)
  • Sikap kritis (tahu menilai)
Sehingga kita tidak terjerumus ke dalam hal-hal negatif misalnya :
  • Nge-dugem
  • Nge-drop-in
  • Nge-boat
  • Nge-seks
Jika kita melakukan hal-hal tersebut, maka kita akan menjadi batu sandungan bagi keluarga, gereja dan masyarakat .
Ingatlah selalu : 1 Timotius 4 : 12
“Jangan seorangpun menganggap engkau rendah, karena engkau muda, jadilah teladan bagi orang-orang percaya dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu”.

Buku bacaan :
  1. Etika Kristen Bagian Umum ---Dr J Verkuyl – BPK Gunung Mulia
  2. Etika Sexual ---Dr J Verkuyl – BPK Gunung Mulia
  3. Pengambilan keputusan Etis dan faktor-faktor di dalamnya –Malcolm Brownlee BPK Gunung Mulia
  4. Ensiklopedi Perjanjian Baru –Xavier Leon – Dufour
  5. Wahyudi,K.2000 KesehatanReproduksi Remaja. Lab Ilmu Kedokteran Jiwa FK UGM Jogjakarta .
  6. Purnawan, I. 2004. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Pada Anak Jalanan di Stasiun Kereta Api Lempuyangan Jogjakarta. Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran UGM