Dalam melayani remaja, setiap pembina harus selalu menghubungkan remaja
binaannya dengan firman Tuhan. Dalam proses pengenalan diri, seorang
remaja perlu dibawa untuk melihat bahwa identitas yang harus mereka
miliki adalah identitas Kristus, yang hanya bisa mereka kenal dari
firman Tuhan.
Bagaimana kita bisa membawa anak-anak remaja
tertarik untuk membaca dan mempelajari Alkitab yang adalah firman Tuhan?
Dalam mengajarkan kebenaran Alkitab, ada banyak hal yang perlu kita
perhatikan, selain harus memahami isinya. Hal itu juga membutuhkan
kreativitas para pembinanya. Kita perlu memiliki strategi bagaimana
mendorong para remaja untuk membaca dan merenungkan Alkitab setiap hari.
Sajian kami berikut ini kiranya dapat semakin memperlengkapi Anda dalam
mengajarkan Alkitab kepada para remaja. Tuhan Yesus memberkati.
MENGAJAR ALKITAB DENGAN KREATIF
Kreatif adalah kata yang mengasyikkan. Saat menggunakan kata itu,
kita membayangkan orang yang memiliki karunia untuk menyegarkan suasana
dan bertindak secara spontan. Banyak pengajar Alkitab awam mendambakan
karunia seperti ini. Guru yang kreatif membuat kelasnya segar,
bergairah, dan menarik sehingga kelas mereka menjadi produktif dan
berbuah. Mereka ingin mengajar dengan kreatif, tetapi mereka menganggap
hal ini mustahil. Nyatanya, keinginan untuk mengajar dengan kreatif ini
bukanlah hal yang mustahil. Kita perlu memahami pengajaran apa yang kita
dambakan.
A. Pengajaran yang Kita Cari
Ada guru yang
mengeluh karena murid tidak memerhatikan dan menaruh minat pada
pelajarannya. Ada guru yang ingin muridnya mendengar dan mengucapkan
kembali pelajaran Alkitab. Ada juga guru yang mengajar dan meminta
muridnya menghafal kata demi kata. Setiap guru memunyai pengertian yang
berbeda-beda tentang mengajar. Namun demikian, bagi orang Kristen,
sasaran dari pengajaran Alkitab adalah kehidupan yang berbuah di luar
jam pelajaran.
1. Tahap Menghafal
"Ching fu su". Bacalah
sekali lagi ungkapan itu. Sekarang tutuplah mata Anda dan ulangilah di
luar kepala. Mungkin Anda tidak menyadari, tetapi Anda sudah belajar
sesuatu! Apa yang Anda pelajari? "Ching fu su" yaitu suatu ungkapan yang
tidak memunyai arti.
Itulah yang disebut belajar dengan cara
menghafal tanpa berpikir: mengulangi sesuatu di luar kepala tanpa
memikirkan apa artinya. Sayang sekali, banyak pengajaran di gereja yang
hanya sampai pada tahap ini. Barangkali murid-murid dilatih menghafal
ayat tersebut di luar kepala tanpa memikirkan artinya. Biasanya,
pengajaran seperti ini akan sia-sia karena pelajaran Alkitab yang
dihafal tanpa dipikirkan maknanya, tidak mungkin dapat mengubah
kehidupan seseorang.
2. Tahap Mengenali
Kembali kepada
ucapan "Ching fu su". Seandainya Anda diberi tahu bahwa ucapan tersebut
adalah bahasa Korea yang berarti "Allah itu kasih", maka Anda sudah
selangkah lebih maju. Sekarang ungkapan itu setidaknya sudah memunyai
arti bagi Anda. Untuk mengetahui apakah para murid sudah belajar pada
tahap itu, mungkin guru bisa mengadakan tes sederhana: Benar atau salah?
"Ching fu su" berarti "Allah itu baik". Atau, tes pilihan ganda.
Tidak
sukar untuk mengajar atau belajar pada tahap ini karena para murid
hanya perlu mengenali sesuatu yang baru dikatakan atau dibacakan. Sering
kali, inilah yang terjadi di dalam kelas remaja kita. Ternyata banyak
murid sekolah minggu yang mempelajari kebenaran Alkitab hanya sampai
tahap ini saja. Suatu survei di Universitas Negeri di Michigan
menunjukkan bahwa 74 persen dari kelompok mahasiswa menyetujui
pernyataan bahwa "Kristus mati karena dosa-dosa manusia". Namun pada
survei yang sama, hanya 38% dari mereka yang menyetujui bahwa "iman
dalam Kristus diperlukan untuk memperoleh keselamatan". Mereka mengenali
dan menyetujui gagasan yang sudah mereka kenal dengan baik. Akan
tetapi, mereka tidak mengerti maksudnya.
Sayangnya, kemampuan
mengenali suatu kebenaran tidak berarti bahwa anak didik Anda telah
menjadi pelaku firman. Ini juga tidak berarti bahwa kebenaran yang
dikenali para murid telah menyatu dengan seluruh konsep pemahaman mereka
tentang Alkitab dan kehidupan. Pengajaran dalam tahap ini belum
menghasilkan perubahan hidup.
3. Tahap Mengucapkan Kembali
Setelah
menyelesaikan satu seri Alkitab, Pak Rano ingin menguji anak-anak di
kelasnya dengan menggunakan kejadian yang dialaminya. "Adik-Adik, minggu
yang lalu saya berbicara dengan Tommy. Dia mengatakan bahwa hari Minggu
ini, ia akan disidi di gerejanya. Uskup di gerejanya akan mengurapinya
dengan Roh Kudus dan dia yakin bahwa dengan pertolongan Roh Kudus, dia
sudah layak masuk surga. Seandainya Tommy bercerita kepada adik-adik,
apakah yang akan kalian katakan kepadanya agar dia mengerti jalan yang
harus ditempuh untuk masuk surga?" Lalu Pak Rano berhenti dan menunggu
jawaban.
Untuk menjawab pertanyaan ini, murid perlu menguasai
beberapa gagasan kebenaran dan menjelaskan satu kesatuan pikiran secara
lengkap. Walaupun tahap ini belum cukup, tetapi tahap ini penting.
Alkitab adalah firman Allah yang memberikan informasi tentang diri-Nya,
kita, dan dunia sekitar kita. Alkitab menyatakan realitas fundamental
yang perlu menjadi dasar hidup kita. Itulah sebabnya, ajaran Alkitab
harus dimengerti. Kita harus menguasainya sebagai suatu sistem yang
mengendalikan pola pikir hidup kita. Cara belajar kita akan bermakna
jika kita dapat mengambil kebenaran Alkitab itu, menghubungkannya dengan
ide-ide lain, dan menyatakan kebenaran itu dengan kata-kata kita
sendiri.
Sayangnya, pengajaran seperti ini pada umumnya tidak
diterapkan dalam sekolah minggu. Banyak guru yang cukup puas melihat
para murid mereka mengenali kebenaran yang diajarkan. Hanya sedikit
sekali guru yang berusaha menolong murid-muridnya untuk menguasai
ajaran-ajaran firman Allah dengan baik.
4. Tahap Menghubungkan
Firman
Allah bukanlah sekadar informasi saja. Firman Allah adalah titik
pertemuan antara manusia dengan Allah. Perbedaan antara memperoleh
informasi dan memperoleh pengalaman pribadi dengan Allah, terletak pada
sikap kita. Sikap kita ini penting sekali. Agar kita bisa menyikapi
kebenaran Allah dengan tepat, kita perlu melihat hubungan antara
kebenaran itu dengan kehidupan kita.
Tahap pengajaran ini
membutuhkan proses pengucapan ulang. Ketika memikirkan pengajaran
alkitabiah dengan kata-katanya sendiri, seseorang akan mendapatkan ilham
tentang makna pengajaran alkitabiah dalam kehidupan. Jika demikian,
maka terbukalah jalan baginya untuk menjadi pelaku firman.
Ada
banyak hal yang dapat dilakukan oleh seorang guru dalam membimbing
muridnya, untuk melibatkan diri dengan firman Allah. Jika seorang guru
mengajar muridnya untuk memberi respons yang tepat, maka ajarannya
selaras dengan sifat firman Allah. Apabila Alkitab diajarkan selaras
dengan sifat firman Allah, maka ajaran itu akan menghasilkan perubahan.
Jika kita belajar, tetapi belum sampai pada tahap ini, maka apa yang
kita pelajari itu belum cukup.
5. Tahap Merealisasi
Inilah
tujuan dari pengajaran Alkitab, yaitu merealisasikannya. Dengan kata
lain, pelajaran itu diterapkan secara nyata dalam pengalaman kita. Kita
tidak hanya perlu mengerti cara menyikapi Alkitab dengan tepat, namun
kita juga perlu mempraktikkan sikap itu.
Para guru perlu mengajar
dalam tahap ini agar murid-muridnya mengerti kebenaran Allah dan
menerapkannya dalam kehidupannya. Hanya firman Allah yang dipelajari
dengan cara seperti inilah, yang dapat mengubah kehidupan.
B. Belajar dan Mengajar Secara Kreatif
Setelah
memahami tahapan-tahapan yang berbeda, sekarang kita dapat memberi
definisi yang tepat pada istilah "Mengajar Secara Kreatif". Mengajar
secara kreatif berarti mengajar dengan memusatkan perhatian pada
aktivitas-aktivitas belajar, yang dapat meningkatkan tahap belajar para
pembelajar.
Dalam praktiknya, apakah perbedaan antara mengajar secara kreatif dan mengajar secara tidak kreatif?
1. Fakta vs Makna
Datanglah
ke beberapa kelas sekolah minggu di gereja Anda, kira-kira lima atau
sepuluh menit sebelum kelas itu bubar. Anda akan melihat perbedaan
antara guru yang mengajar secara kreatif dan guru yang mengajar secara
tidak kreatif. Biasanya kelas-kelas remaja berfokus pada fakta-fakta
cerita Alkitab, bukan pada maknanya. Namun terkadang, kita juga
mendengar pertanyaan-pertanyaan yang menggugah pikiran untuk mencari
makna, seperti: "Apakah yang mungkin diperbuat oleh Yohanes, seandainya
ia menjadi seorang anak remaja di Sekolah Menengah di sini?" Lalu, Anda
dapat mendengar murid-murid Anda bercakap-cakap, berdiskusi, meneliti,
menguji pendapat-pendapat mereka sampai makna firman Allah menjadi jelas
dan relevan bagi mereka.
Mengajar para murid untuk menangkap
sebuah makna bukanlah hal yang mudah. Seorang guru yang mengajar secara
kreatif menyediakan waktu untuk menyelidiki dengan teliti arti dan makna
dari pokok-pokok kebenaran yang akan diajarkannya. Dia membawa para
muridnya melangkah ke tahap pengertian yang lebih tinggi, sehingga
mereka dapat melihat dan dapat menjadi pelaku Firman.
2. Pelajar Aktif vs Pelajar Pasif
Saya
pernah menyaksikan pengajaran seorang guru yang luar biasa di kelas
Pratama di Kota Dallas. Delapan belas anak duduk di ruang kelas yang
kecil di belakang gereja. Biarpun suasana sesak dan kurang memuaskan,
namun guru itu dapat memikat perhatian murid-muridnya selama 45 menit!
Dia memiliki kemampuan mengajar dan menggunakan berbagai macam alat
peraga. Dia memang guru yang pintar mengajar, tetapi dia bukanlah guru
yang kreatif. Anak-anak di kelasnya memerhatikan dan mempelajari
sesuatu, tetapi hanya belajar sampai pada dua tahap awal, menghafal dan
mengenal. Murid belajar secara pasif.
Para murid perlu memikirkan
sendiri arti kebenaran-kebenaran Alkitab. Mereka harus mengolah ide-ide
itu di dalam pikiran mereka, untuk menyatakannya dengan kata-kata
mereka sendiri. Para murid perlu diberi kesempatan untuk menyatakan
ide-ide mereka dalam pengertian mereka sendiri.
Ada
bermacam-macam cara untuk dapat berpartisipasi di dalam kelas.
Murid-murid bisa mendapatkan kesempatan untuk mewarnai gambar di kelas.
Guru bisa bertanya atau meminta murid membaca ayat secara bergantian.
Guru yang kreatif pasti akan memberi kesempatan kepada murid-muridnya,
untuk berpartisipasi dan menyelidiki makna pelajaran secara aktif.
Makna
itu baru akan ditemukan apabila seorang murid berpartisipasi dengan
aktif. Para murid perlu memikirkan, merumuskan, menalar, dan
menghubungkan kebenaran-kebenaran Alkitab dengan kehidupannya sendiri.
Apabila ada kesempatan, perhatikanlah cara mengajar seorang guru yang
kreatif: murid-muridnya sibuk menyelidiki makna yang terdapat di balik
kebenaran Alkitab.
3. Guru yang Bercerita vs Guru yang Membimbing
Apabila
pelajaran dipusatkan atau difokuskan pada fakta-fakta, tanpa
partisipasi murid, maka guru tersebut hanya bercerita. Metode pengajaran
dari guru yang mengajar dengan tidak kreatif memunyai dua ciri:
metodenya dirancang untuk menyampaikan isi cerita dan
aktivitas-aktivitasnya berpusat pada guru saja.
Seorang guru yang
mengajar secara kreatif memunyai konsep yang berbeda tentang peranannya
sebagai guru. Tanggung jawab guru ialah membangkitkan minat para murid
agar mereka mencari makna pelajaran itu dan menjadi pelaku firman Allah.
Guru yang kreatif menganggap aktivitas murid di kelasnya lebih penting
daripada aktivitasnya sendiri. Guru yang mengajar secara kreatif
bersikap sebagai seorang pembimbing yang memancing para murid untuk
mencari makna dari pelajaran mereka.
Itulah yang dimaksudkan
dengan mengajarkan Alkitab secara kreatif. Untuk mencapainya, para guru
perlu memusatkan perhatian para murid pada arti atau makna yang terdapat
di balik kebenaran Alkitab, melibatkan para murid agar ikut aktif
mencari makna pelajaran itu, serta merangsang dan membimbing para murid
dalam proses mencari arti atau makna dari pelajaran itu.
Diambil dan diringkas dari:
Judul buku: Mengajarkan Alkitab Secara Kreatif
Penulis: Lawrence O.Richard
Penerbit: Kalam Hidup, Bandung 1970
Halaman: 95 -- 105
Tidak ada komentar:
Posting Komentar