Peran seorang guru Kristen yang bertumbuh sebagai "orang tua kedua" bagi
para siswa di sekolah sangatlah diperlukan. Ia tidak hanya
berkesempatan mengajarkan ilmu pengetahuan kepada anak didiknya, tetapi
juga menjadi konselor atau "sahabat" yang mendampingi dan membimbing
mereka menurut iman Kristen di tengah permasalahan yang sedang dihadapi.
Menangani remaja dengan setiap masalahnya yang "khas" memang memerlukan
pendekatan khusus
A. Latar Belakang
Masa
remaja merupakan sebuah masa transisi dengan setiap masalah dan
pergumulannya masing-masing. Beberapa masalah itu muncul, mulai dari
permasalahan di rumah, di sekolah, hingga di setiap lingkungan tempat
mereka berinteraksi. Khususnya di sekolah, beberapa remaja bahkan
memerlukan pendampingan khusus karena di sana mereka akan diperhadapkan
pada beban studi, teman sebaya, kakak kelas, dan juga guru-guru yang
akan memungkinkan mereka menghadapi beberapa masalah. Masalah-masalah
ini tentunya tidak dapat dibiarkan begitu saja karena akan memengaruhi
perkembangan remaja ke depannya. Oleh karena itu, peran guru sebagai
konselor sangatlah diperlukan untuk mengarahkan, membimbing, dan
mendampingi siswa dalam menghadapi masalah-masalah tersebut di sekolah.
B. Masalah-Masalah Remaja di Sekolah
Pada
umumnya, masalah remaja di sekolah, baik di tingkat SMP maupun SMA,
berkenaan dengan perilaku. Berikut beberapa masalah remaja di sekolah:
1. Perilaku Bermasalah (Problem Behavior)
Masalah
perilaku yang dialami remaja di sekolah dapat dikatakan masih dalam
kategori wajar jika tidak merugikan dirinya sendiri dan orang lain.
Dampak perilaku bermasalah yang dilakukan remaja akan menghambat dirinya
dalam proses sosialisasi dengan remaja lain, guru, dan masyarakat.
Perilaku malu dalam mengikuti berbagai aktivitas yang digelar sekolah,
misalnya, termasuk dalam kategori perilaku bermasalah yang menyebabkan
seorang remaja menjadi kurang pengalaman. Jadi, perilaku bermasalah ini
akan merugikan remaja di sekolah secara tidak langsung akibat
perilakunya sendiri.
2. Perilaku Menyimpang (Behavior Disorder)
Perilaku
menyimpang pada remaja merupakan perilaku yang kacau dan menyebabkan
seorang remaja kelihatan gugup (nervous) serta perilakunya tidak
terkontrol (uncontrol). Memang diakui bahwa tidak semua remaja mengalami
perilaku ini. Seorang remaja mengalami hal ini jika ia merasa tidak
tenang dan tidak bahagia sehingga menyebabkan hilangnya konsentrasi
diri. Perilaku menyimpang pada remaja akan mengakibatkan munculnya
tindakan tidak terkontrol yang mengarah pada tindakan kejahatan.
Penyebab behaviour disorder lebih banyak karena persoalan psikologis
yang selalu menghantui dirinya.
3. Penyesuaian Diri yang Salah (Behaviour Maladjustment)
Perilaku
tidak sesuai yang dilakukan remaja biasanya didorong oleh keinginan
mencari jalan pintas dalam menyelesaikan sesuatu tanpa mendefinisikan
secara cermat akibatnya. Perilaku menyontek, membolos, dan melanggar
peraturan sekolah merupakan contoh penyesuaian diri yang salah pada
remaja di sekolah menengah.
4. Perilaku Tidak Dapat Membedakan Benar atau Salah (Conduct Disorder)
Kecenderungan
pada sebagian remaja adalah tidak mampu membedakan antara perilaku yang
benar dan perilaku yang salah. Wujud dari conduct disorder adalah
munculnya cara berpikir dan perilaku yang kacau dan sering menyimpang
dari aturan yang berlaku di sekolah. Penyebabnya adalah karena sejak
kecil, orang tua tidak bisa membedakan perilaku yang benar dan yang
salah pada anak. Seharusnya, orang tua mampu memberikan hukuman
(punishment) saat anak berperilaku salah dan memberikan pujian atau
hadiah (reward) saat anak berperilaku baik atau benar. Seorang remaja di
sekolah dikategorikan dalam conduct disorder apabila ia memunculkan
perilaku antisosial, baik secara verbal maupun secara nonverbal, seperti
melawan aturan, tidak sopan terhadap guru, dan mempermainkan temannya.
5. Perilaku Berkaitan dengan Perhatian (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)
Perilaku
berkaitan dengan perhatian adalah anak yang mengalami defisiensi dalam
perhatian dan tidak dapat menerima impuls-impuls sehingga
gerakan-gerakannya tidak dapat terkontrol dan menjadi hiperaktif. Remaja
di sekolah yang hiperaktif biasanya mengalami kesulitan dalam
memusatkan perhatian sehingga tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas yang
diberikan kepadanya atau tidak dapat berhasil dalam menyelesaikan
tugasnya. Jika diajak berbicara, remaja yang hiperaktif tidak akan
memperhatikan lawan bicaranya dan cepat terpengaruh oleh stimulus yang
datang dari luar.
C. Guru Sebagai Konselor
Guru tidak
hanya bertugas untuk menyampaikan ilmu kepada siswa, tetapi juga
mempunyai peran lainnya, yaitu menjadi orang tua kedua bagi siswa dan
berperan sebagai konselor. Peran guru sebagai konselor sesungguhnya
bukan hanya tugas guru Bimbingan Konseling (BK), tetapi juga tugas
setiap guru wali kelas, termasuk guru Pendidikan Agama Kristen. Guru
sebagai konselor akan menolong setiap murid yang sedang bermasalah dan
jika memungkinkan dapat memberikan solusi sehingga mereka dapat keluar
dari permasalahan yang sedang dihadapi.
Guru beragama Kristen,
khususnya, dapat membimbing siswa dengan memberikan nasihat yang
berdasar pada kebenaran firman Tuhan, sekalipun ia bukan guru Bimbingan
Konseling. Sebab, firman Tuhan itulah yang menjadi penuntun di setiap
kehidupan kita. Seorang remaja yang sedang ada di masa transisi sangat
membutuhkan pengenalan akan Tuhan kita, Yesus Kristus, nasihat-nasihat
tentang kehidupan, dan pertolongan, agar mereka mengerti apa yang benar
di hadapan Tuhan.
D. Cara Mengatasi Masalah-Masalah Perilaku Remaja
1. Dialog Antara Orang Tua dan Anak
Cara
pertama untuk mengatasi masalah perilaku pada siswa, yaitu perlunya
peran orang tua. Mengapa peran orang tua sangat dibutuhkan? Karena orang
tua seharusnya menjadi orang yang paling dekat dengan anak, dan
keluarga merupakan tempat pertama bagi anak untuk bertumbuh dan
bersosialisasi. Biasanya, saat anak menginjak masa remaja, anak akan
enggan berkomunikasi dengan orang tua, khususnya bagi remaja pria,
mereka lebih suka bergabung dan lebih terbuka kepada kelompoknya.
Sedangkan remaja putri lebih senang berada di rumah dan menghabiskan
waktu di kamar. Di sinilah, orang tua harus lebih memperhatikan
anak-anak remaja mereka dan harus lebih sering bertanya kepada anak dan
memberikan nasihat serta masukan.
2. Menasihati Anak untuk Menjalin Pertemanan yang Sehat
Baik
orang tua maupun guru sebaiknya menasihati anak untuk menjalin
pertemanan yang sehat. Memang, sejak kecil anak sudah diajar untuk tidak
memilih-milih teman, tetapi Alkitab memberikan nasihat-nasihat dalam
menjalin sebuah persahabatan. Biasanya, siswa mengalami masalah yang
berkaitan dengan perilaku karena terus bergaul dengan teman
sekelompoknya. Oleh sebab itu, baik orang tua maupun guru hendaknya
mendorong anak-anak untuk masuk di lingkungan pertemanan yang sehat
sehingga dapat menjalin persahabatan di komunitas yang sehat pula.
3. Memberikan Pendampingan, Perhatian, dan Kasih yang Tulus
Ketika
beranjak dewasa, anak-anak akan menghabiskan waktunya di sekolah. Guru
harus menjadi konselor dan motivator yang baik bagi siswa-siswa di
sekolah. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, guru tidak hanya
menyampaikan ilmu, tetapi juga membagikan nasihat kehidupan, ajaran,
keterampilan, dan pengalaman kepada siswa. Jika guru menunjukkan
pendampingan, perhatian, dan kasih yang tulus kepada siswa, tentu siswa
akan merasa dihargai dan memiliki semangat belajar yang tinggi di
sekolah. Proses konselor yang baik oleh para guru ini dapat
mengantisipasi adanya permasalahan perilaku pada siswa dan juga mencegah
terjadinya kenakalan remaja.
Sumber bacaan :
1. Dunn, R. Richard. "Membentuk Kerohanian Anak Muda". Literatur Perkantas, Surabaya 2012
2. Heagy, C. Ronald. "Dunia yang Mulai Liar". Pustakaraya, Jakarta 2006
3. "Konselor Pendidikan". Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Konselor_pendidikan